Selasa, 07 April 2009

PURA RAMBUT SIWI

PURA RAMBUT SIWI


Setelah Dang Hyang Dwijendra menjabat Pandita Kerajaan di
Gelgel dan sudah memberikan diksa kepada Dalem Waturenggong, beberapa
tahun kemudian beliau berniat untuk melakukan tirthayatra, melihat dari dekat
perkembangan ajaran kerohanian di desa-desa. Untuk melaksanakan niat
Beliau tersebut, beliau minta izin kepada Dalem Waturenggong agar beliau
berkekan memberikan persetujuannya. Karena tujuannya sangat baik, Dalem
tidak berkeberatan dan mengizinkan sang Mpu untuk melaksanakan
perjalanan bertirthayatra itu.
Konon berangkatlah beliau menuju arah barat, mula-mula sampai di
daerah Jembrana. Kebetulan beliau sampai pada sebuah parahyangan yang
biasanya pura itu dujaga oleh seorang penjaga pura sekalian sebagai pemilik
parahyangan itu. Seperti kebiasaan sang penunggu parahyangan itu, setiap
orang yang lewat di tempat itu diharuskan untuk bersembahyang terlebih
dahulu sebelum mereka meneruskan perjalanan. Kebetulan hari itu yang
tengah lewat adalah Dang Hyang Nirartha. Sang penunggu parahyangan itu
menegur sang Mpu agar beliau mengadakan persembahyangan di tempat suci
itu. Dia juga menjelaskan bahwa parahyangan itu sangat angker sekali.
Barangsiapa yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di sana, dia
tidak mau menjamin keselamatannya. Pasti orang itu akan menemukan celaka.
Setelah sang Mpu bertanya, kesusahan apa yang akan dialami orang-orang
yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di parahyangan itu, sang
penunggu parahyangan itu mengatakan bahwa yang bersangkutan pasti akan
dimakan macan. Di daerah sekitar itu banyak macan yang sangat ganas yang
merupakan rencangan parahyangan ini.
Dia meminta berkali-kali kepada Mpu Nirartha agar beliau mau
bersembahyang terlebih dahulu sebelum beliau melanjutkan perjalanannya
agar benar-benar selamat di perjalanannya nanti. Mpu Nirartha menuruti
perkataan sang penjaga pura itu, seraya beliau mempersiapkan diri akan
bersembahyang. Di situ beliau menyatukan bayu, sabdha, dan idhepnya seraya
mengarahkan konsentrasinya berngara sika atau mata ketiga. Tak lama
kemudian tiba-tiba saja parahyangan menjadi pecah dan rubuh. Sang pemilik
parahyangan itu angat kaget melihat kejadian yang sangat gaib itu, seraya ia
minta ampun, agar parahyangan itu bisa dibangun lagi, sehingga ada tempat ia
menghaturkan persembahyangan kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa.
Sambil menangis ia mohon ampun kepada sang Mpu agar sudi memaafkan
kesalahan-kesalahannya dan mohon agar parahyangannya dapat dibangun
kembali. Sang Mpu Nirartha menasihatinya agar tidak membohongi penduduk
yang tidak tahu apa itu, dan harus berjajni bakti kepada Sang Hyang Widhi
selain kepada leluhur. Maka setelah ia berjanji tidak akan membohongi
penduduk lagi, Maka Dang Hyang Nirartha membangun kembali tempat
persembahyangan itu. Selanjutnya beliau emutuskan untuk tinggal lebih lama
di sana. Lama kelamaan didengar sang Mpu berada di sana, banyak para
penduduk datang, ada yang ingin berguru agama dan tidak sedikit yang datang
untuk berobat. Hal itu terjadi karena nama beliau sebelumnya di Gadingwani
sudah sangat dikenal betul sebagai ahli pengobatan di samping ahli ilmu
agama. Ramailah orang datang ke parahyangan itu. Lama-kelamaan karena
beliau memang ingin beranjangsana berkeliling, maka beliau menyatakan akan
meninggalkan mereka dan meneruskan perjalanan. Para penduduk sangat
sedih karena kepergian beliau, karena mereka sudah merasa senang beliau
berada di sana.mereka memohondengan sangat agar sang Mpu bersedia
tinggal lebih lama di sana. Sang Mpu tetap tidak bisa menuruti permintaan
para menduduk itu. Maka untuk mengikat mereka, sang Mpu berkenan
memberikan selembar rambut beliau agar ditaruh di tempat parahyangan itu
untuk dijadkan penyiwian sebagai pertanda peringatan akan keberadaannya.
Kemudian dari tempat itu disebut Parahyangan Rambut Siwi atau Pura
Rambut Siwi. Selanjutnya beliau menetapkan hari baik untuk pujawali
Parahyangan Rambut Siwi tersebut.Piodalannya jatuh pada RABU UMANIS
PRANGBAKAT. Pada hari itu disuruh menyelenggarakan pujawali untuk
memohon berkah.
Matahari ketika itu telah pudar cahayanya, kian merendah hendak
menyembunyikan wajahnya di tepi langit barat, karena itu sang pendeta
berniat akan bermalam di Pura Rambut Siwi. Orang-orang makin banyak
menghadap sang pendeta, yang berniat memohon nasihat soal agama, ada pula
yang mohon obat. Semalam-malaman itu sang pendeta menasihatkan ajaran
agama kepada penduduk, terutama berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi
dan Bhatara-Bhatari leluhurnya, agar sejahtera hidupnya di dunia. Dan
diperingatkan juga pelaksanaan puja wali di Pura Rambut Siwi agar
masyarakat menjadi selamat dan tentram.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Setelah liat blog ini saya jadi ragu mengenai Islam!

Klik link --> Wanita dimata Muhammad..Atau klik --> BLOG MANTAN MUSLIM INDONESIA