Selasa, 10 Agustus 2010

JAPAMALA ATAU TASBIH Menurut ajaran HINDU

Om Swastyastu,

JAPAMALA dikenal secara umum sebagai Tasbih, antara lain digunakan oleh umat Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Untuk agama lain saya tidak membahasnya karena saya tidak tahu, sedangkan untuk Hindu, sumber sastranya : Kalika Purana dan Sanatkumara Samhita, diuraikan sebagai berikut :

JAPAMALA terdiri dari dua kata induk Bahasa Sanskrit yaitu : JAPA dan MALA. Japa adalah pengulangan mantra suci selama beberapa kali. Mala adalah butir-butir yang dirangkai dengan benang kapas. Jadi Mala yang digunakan untuk ber-Japa disebut JAPAMALA. Perkataan Japa juga terdiri dari dua kata pokok yaitu JA artinya menghancurkan siklus kelahiran dan kematian (samsara/purnabhawa), dan PA artinya menghancurkan segala dosa.

Butir-butir mala sebanyak 108 biji. Jika dirasa terlalu panjang bisa dipendekkan menjadi 54 atau 27 biji yaitu setengah dan seperempat dari 108. Mengenai penggunaan angka 108 ada dua versi yaitu : 1) Mitologi Bhagawan Walmiki yang ketika masih walaka bernama Ratnakara pernah merampok 108 Pendeta, namun ketika akan menganiaya Pendeta yang ke 109 yang ternyata penyamaran Dewa Siva, Ratnakara menjadi sadar dan bertobat, kemudian beliau disuruh ber-Japa selama 100 tahun. Setelah masa itu lampau, Ratnakara disudhi menjadi Bhagawan Walmiki. Jadi angka 108 dalam hal ini adalah tonggak kesadaran dan permohonan ampun atas dosa-dosa yang lalu. 2) Angka 108 adalah unik dan sakral, karena jika dijumlahkan : 1+0+8 = 9, setengahnya : 5+4 = 9, seperempatnya " 2+7=9. Angka 9 adalah angka tertinggi, dan angka 9 juga menunjukkan kedudukan Hyang Widhi dalam lingkaran arah mata angin : Timur (Purwa) sebagai Ishwara, Tenggara (Agneya) sebagai Mahesora, Selatan (Daksina) sebagai Brahma, Barat daya (Nairity) sebagai Rudra, Barat (Pascima) sebagai Mahadewa, Barat laut (Wayabya) sebagai Sangkara, Utara (Uttara) sebagai Wisnu, Timur laut (Airsaniya) sebagai Sambhu, dan Tengah-tengah sebagai Siwa.

Bahan biji-biji Mala ada bermacam-macam, diurutkan mulai dari yang paling tinggi nilai hasiat dan manfaatnya :
1) Simpul rumput kusa (ilalang), Tulasi, dan Rudraksa (cendana).
2) Emas,
3) Biji bunga teratai,
4) Kristal dan Mutiara,
5) Permata,
6) Batu mulia (akik),
7) Kulit kerang,
8) Biji pohon Putrajiva.

Namun demikian ada penggunaan biji-biji untuk pemujaan khusus. Japamala dari gading gajah, untuk pemujaan Ganesa, dari pohon Tulasi untuk pemujaan Visnu, dari Rudraksa untuk pemujaan Devi Kali dan Siva, dari simpul rumput Kusa untuk menghancurkan segala dosa, dari biji pohon Purtajiva untuk mohon memperoleh anak/keturunan, dari Kristal untuk memenuhi semua keinginan, dari batu karang untuk mohon kekayaan. Yang perlu diperhatikan agar tidak mencampur berbagai biji-bijian dalam satu Japamala.

Benang yang digunakan merangkai biji-biji adalah benang dari kapas karena memenuhi empat kegunaan yaitu menuju : Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Manfaat warna benang : putih memberi kedamaian, merah menarik pengaruh, kuning memberi perlindungan, dan hitam memberi kekayaan duniawi dan spiritual. Jadi keempat warna benang kapas itu dapat dipilin disatukan untuk merangkai biji-biji menjadi Japamala. Jika hanya menggunakan satu warna, putih untuk para Pendeta, kuning untuk prajurit, hitamuntuk pengusaha, dan merah untuk semua profesi. Bentuk Japamala hendaknya seperti ekor sapi atau ular, artinya luwes, tidak kaku. Untuk itu maka jarak antar biji agar sedikit renggang.

Mensucikan Japamala dengan menggunakan Pancagavya, yaitu campuran : susu, sari susu, madu, gula dan air. Agar tidak lengket, porsi air dapat lebih dibanyakkan. Puja Mantra setelah mencuci Japamala :

OM HRAM MAM JAPAM GRHNI SVAHA SAT PRAYOJANAM DEHI, OM HRAM MAM DHYANAM GRHNI SVAHA SAT PRAYOJANAM DEHI, OM HRAM MAM YOGAM GRHNI SVAHA SAT PRAYOJANAM DEHI.

Penggunaan Japamala : lingkarkan di tiga jari tangan kanan : tengah, manis dan kelingking. Telunjuk tegak lurus. Ibu jari mendorong satu persatu biji setiap ucapan satu bait mantram. Jika sudah bertemu "Mudra" (biji pembatas rangkaian) maka Mudra tidak boleh dilewati. Gerakan ibu jari kemudian menarik satu persatu biji, sampai ketemu Mudra lagi, seterusnya mendorong lagi, sampai genap ucapan mantram 108 kali (bait).

Mantram yang paling tepat digunakan adalah Gayatri Mantram atau Maha Mantra yang hanya satu bait, terdiri dari empat baris kalimat, disebut Vaidika Gayatri :

OM BHUR BHUVAH SVAH, TAT SAVITUR VARENYAM, BHARGO DEVASYA DHIMAHI, DHIYO YO NAH PRACODAYAT.

Menurut Narayana Upanisad ada 20 jenis Mantra Gayatri, yaitu : Ganesa, Narasimha, Narayana, Mahalaksmi, Kali, Brahma, Hamsa, Agni, Surya, Durga, Hiranyagarbha, Rudra, Aditya, Garuda, Nandi, Sanmukha, Candra, Yama, Prthivi, dan Hayagriva. Dapat juga menggunakan mantra lain sesuai dengan tujuan/keinginan. Misalnya untuk para pengusaha (bisnis) ber-Japa dengan Mantra : OM A VISVANI AMRTA SAUBHAGANI (Rgveda V. 76. 5). Artinya : Hyang Widhi, yang Maha pemurah, anugrahkanlah segala keberuntungan yang memberikan kebahagiaan kepada kami. Cara ber-Japa yang baik adalah sikap duduk dengan Padmasana, Silasana, atau Bajrasana, punggung dan leher/kepala tegak, mata memandang ujung hidung. Dalam keadaan darurat ber-Japa dapat dilakukan dengan duduk biasa di korsi (misalnya di pesawat, bus, kereta api, mobil, dll), dengan tidur (ketika sakit) dan sambil berjalan (misalnya tersesat di hutan atau sedang berjalan kaki dalam jarak jauh). Saran saya, akan sangat baik dan bermanfaat anda selalu membawa Japamala di saku, atau tas anda, sehingga jika ada waktu lowong, setiap saat bisa ber-Japa.

Sekian dahulu, semoga ada manfaatnya.

Om Santi, santi, santi, Om

Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi,
Geria Tamansari Lingga Ashrama, Jalan Pantai Lingga, Banyuasri, Singaraja, Bali.

sumber: milis HDnet

Minggu, 03 Januari 2010

Kali Yuga

Tahun 2012 Bukan Hari Kiamat

Seorang tetua dari Suku Maya, Apolinario Chile Pixtun kerap diberikan pertanyaan bertubi-tubi seputar 'Kiamat 2012" dimana menurut kalender Maya pada 21/12/2012 dunia akan berakhir. Namun, dengan tegas dia menepis pernyataan tersebut.


Melansir pemberitaan Association Press, Selasa (13/10) diberitakan, tetua dari suku Maya ini merasa gerah dengan pernyataan tersebut. Terlebih-lebih dengan bakal munculnya film buatan Hollywood "2012" yang menggambarkan berbagai bencana menghantam Bumi termasuk gempa besar, meteor dan tsunami.


Chile Pixtun yang keturunan suku Maya Guatemala menegaskan, sejumlah teori terkait peristiwa 2012 itu adalah pernyataan yang dilontarkan orang Barat sendiri dan bukan dari suku Maya. Dia membenarkan bahwa menurut suku Maya, perhitungan kalender akan berakhir pada 21/12/2012. Akan tetapi, itu bukanlah akhir dari segala-galanya.


Nada serupa juga dilontarkan Jose Huchim, arkeolog Yucatan Maya, "Sewaktu saya pergi ke sejumlah komunitas suku Maya dan bertanya kepada mereka apa yang akan terjadi pada tahun 2012, mereka sama sekali tidak tahu. Kemudian, ketika saya menyatakan bahwa dunia akan kiamat. Mereka tidak memercayainya."


Peradaban Maya yang tercatat dari tahun 300 Masehi hingga 900 Masehi memiliki kemampuan astronomi yang luar biasa. Kalender mereka dimulai dari tahun 3114 SM menandai periode 394 tahun yang dikenal dengan nama Baktun. Angka 13 dianggap sakral oleh suku ini dan Baktun ke-13 berakhir sekitar 21 Desember 2012.


Selain itu tahun 3114 SM juga dianggap tahun yang akurat. Sebab, pada tanggal 13 Agustus 3113 Sebelum Masehi (SM) secara tepat dan akurat dikatakan sebagai awal dari peradaban manusia di bumi. Karena diperkirakan Dinasti Mesir I tercatat kira-kira pada 3100 SM, dan kota pertama, Uruk, di Mesopotamia, juga berdiri sekitar tahun 3100 SM. Angka ini juga bersamaan dengan berdirinya kerajaan Hindu Kali Yuga.


Dan yang paling menarik adalah, pembagian waktu menjadi 24 jam dari setiap 60 menit dan setiap menit menjadi 60 detik, termasuk satu buah lingkaran penuh adalah 360 derajat, juga ditemukan kira-kira 3100 SM, di Sumeria.


David Stuart, spesialis epigrafi Maya di University of Texas mengungkapkan, "Tanggal 21 Desember 2012 adalah peringatan penciptaan khusus. Suku Maya tidak pernah mengatakan dunia akan berakhir pada masa itu. Mereka juga tidak mengatakan hal-hal buruk atau bencana yang bakal terjadi pada hari itu. Mereka hanya mencatat peringatan Monumen Enam."