Rabu, 02 September 2009

Proses Reproduksi yang baik dan terkendali

Dalam proses reproduksi atau pembuatan anak perlu diperhatikan waktu yang dibenarkan dan yang dilarang oleh ajaran agama Hindu atau yang pas untukmewujudkan keinginan punya anak laki atau perempuan. Posisi tubuh atau gaya bermain kedangkalan penting diperhatikan terutama untuk pasangan yang mengalami kesulitan punya anak. Namun sejauh itu Weda belum mengatur.

Memahami waktu yang dilarang dan dibenarkan sangat diperlkan bila ingin mendapatkan anak suputra sadhu gunawan,karena lontar Pameda smara menyatakan sbb: Yan asanggama ring istri wenang pilihan rahinane sane kinucapayu, riwekasan yan adue anak lanang istri pahalanya dirgayusa tur saidep warah yukti,tan angambekaken dursile, tan langgana, tuhu ring karya, bhakti ring guru. Mangkana kapanggih de sang aniti brata yukti.

Artinya: bila meggauli istri pada hari yang baik, maka bilananti punya anak akan diperoleh anak yang panjang umur, penurut, tidak nakal, tekun bekerja, hormat pada guru atau orang tua. Itulah yang didapat oleh orang yang mampu mengendalikan diri dalam menggauli istrinya. Dibandingkan dengan Kitab suci Sarasamuccaya dan Pamedasamara, Veda Smrti tidak banyak menetapkan hari – hari terlarang. Misalnya Dalam Weda Smrti III. 45-47 hanya menetapkan larangan menggauli istri pada saat menstruasi yang lamanya lebih kurang empat hari dan purwani yaitu sehari sebelum purnama atau sehari sebelum tilem.Khusus untuk kaum brahmana, agar tetapterjagakesuciannya dilarang menggauli istri pada bulan purnama (poornima) dan pada hari pertama, kedelapan dan keempat belas setelah bulan mati ( tilem/amavasya). Demikian dalam Weda Smrti IV. 128.

Buku Suci Sarasamuccaya Sloka 225 menetapkan hari terlarang untuk kaum brahmana lebih banyak yaitu pada bulan purnama ,tilem, hari kedelapan dan keempat belas setelah tilem maupun setelah pernama.

Rontal Pamedasmara menetapkan hari terlarang lebih banyak lagi dan berlaku untuk umum kepada siapa saja yaitu; purnama, tilem, purwani, hari wetonan, kala ngruda, kala mrtyu, minggu wage, selasa paing, selasa wage, rabu kliwon, kemis pahing dan sabtu kliwon.

Begitu juga cara mendapatkan anak itu laki dan atau perempuan Veda menandaskan beberapa hal seperti dalam Veda Smrti III.48 membrikan petunjuk: Bila ingin mendapatkan anak laki campurlah pada hari genap,bila ingin anak perempuan campurlah pada hari ganjil ( yugmasu putra jayante, striyo yugmasu ratrisu, tasmad yugmasu putrathi samwice dartawe striyam). Catatan: Tanggal satu ganjil dihitung saat mulai menstruasi.

Dalam kedokteran modern, seleksi jenis kelamin melalui teknik rekayasa genetic adalah cara yang paling tepat dan akurat, namun cara ini relatif mahal. Berikut ini disampaikan tip cara murah yang bisa membantu mendapatkan anak laki atau perempuan.

a. Bila ingin mendapatkan anak laki-laki

™ Bilaslah kemaluan sesaat sebelum berhubungan intim dengan larutan alkalis yang dibuat dari 2 sendok teh baking soda yang dicampurkan kedalam segayung aqua

™ Lakukan hubungan intim pada saat atau menjelang ovulasi.

™ Usahakan supaya istri lebih dulu orgasme bila mungkin orgasme beberapa kali, sebelum pihak laki ejakulasi.

™ Arahkan sperma sedekat mungkin dengan dengan mulut rahim

™ Perbanyak makan makanan yang mengandung kalium, natrium misalnya daging, jeruk,pisang,air kelapa, kentang, garam .

3. Bila ingin anak perempuan

™ Bilaslah kemaluan sesaat sebelum berhubungan intim dengan larutan bersifat asam yang dibuat dari 1 sendok cuka putih dicampurkan kedalam segayung aqua hangat.

™ Lakukan hubungan intim pada kira-kira 4 pertama setelah ovulasi.

™ Usahakan supaya istri menunda orgasme ketika pihak laki sudah ejakulasi.

™ Semprotkan airmani dekat pintu vagina jauh dari mulut rahim.

™ Pasangan suami istri harus banyak makan makanan yang mengandung kalsium, magnesium misalnya: susu, yogurt, kacang-kacangan, dan sayur, serta mengurangi makan garam.

E. Perawatan dan pendidikan anak yang benar.

Perawatan anak dalam Hindu berarti perawatan badan anak seutuhnya yang meliputi trisarira dan triguna. Trisarira terdiri dari anggasarira atau Stula sarira yaitu badan kasar, sukma sarira yaitu badan halus yang memberi kesadaran kepada manusia, terdiri dari cita, budhi dan ahamkara. Sedangkan anantakarana sarira adalah atman. Triguna adalah sattwam, rajas, tamas. Satwam adalah watak yang menyebabkan perilaku sabar,hormat,penuh cinta kasih,rela berkorban, penolong, pemaaf. Rajas adalah watak yang menyebabkan perilaku serba cepat,energetic dan mudah marah. Tamas adalah watak yang menyebabkan perilaku yang serba lambat, malas ..

Antara badan dan jiwa terdapat kaitan yang sangat erat.Pepatah Yunani kuno mengatakan mensana in corpore sano. Artinya jiwa sehat terdapat dalam badan yang sehat. Bila dikaji dari filsafat Samkya kaitan erat ini bila dimengerti karena jiwa dan badan keduanya berasal dari Purusa dan Prakerti yang membentuk 25 unsur yang sama- sama menjadi unsure pembentuk jiwa maupun badan. Menurut filsafat Samkya pula, dalam Prakerti- yang merupakan unsure kosmik pembentukan manusia-terdapat triguna yang merupakan unsure perwatakan yang memberi warna tingkah laku manusia.

Berdasarkan pemahaman unsure-unsur yang membentuk manusia seutuhnya maka bila berbicara mengenai perawatan anak tidak cukup hanya perawatan kesehatan fisik dan mental/jiwa tetapi juga perawatan atman untuk mewujudkan atma hita. Perawatan kesehatan fisik meliputi pemberian makanan bersih, suci,bukan sisa orang, bergisi dan seimbang, cukup olahraga, dan lingkungan yang aman, nyaman dan memungkinkan tumbuh dan berkembang secara optimal. Atmahita karana meliputi kegiatan :

a. Garbhadhana, yaitu upacara ketika mulai diketahui sudah ada konsepsi pembuahan yaitu bertemu dan bersatunya kama bang dan kama petak atau telur (ovum) yang merupakan bibit dari pihak perempuan dan bibit dari pihak laki (sperma ).

b. Punsavana, upacara 3 bulan kandungan

c. Simantonnayana, upacara 6 bulan kandungan , di Bali disebut magedong-gedongan.

d. Upacara Jatakarma ketika lahir. Untuk anak laki dilakukan sebelum talipusar dipotong (Weda Smrti II,29)

e. Namakarana atau namadheya: Menurut Weda Smrti II.30 upacara pemberian nama dilakukan pada usia 10-12 hari atau pada hari lain yang dianggap baik. Nama harus disesuaikan dengan wangsa.Untuk wanita namanya harus mengandung arti penghormatan, sederhana dan tidak menakutkan. Semuanya ini diatur dalam Veda Smrti II.31-33.

f. Niskramana: upacara pada usia empat bulan dimana bayi sudah boleh dibawa kelur rumah atau menyentuh (Weda Smrti II.34)

g. Annprasana: upacara 6-7 bulan dimana bayi pertama kali diajarkan makan (Weda Smrti II. 3-4).

h. Cundakarma : upacara potong rambut pertama, dilakukan untuk memperoleh kebajikan spiritual. Dilakukan pada usia 1-3 tahun (3 tahun bagi orang-orang dwijati, Smrti II.35)

i. Upanayana : upacara mengawali belajar secara formal. Menurut Weda Smrti II. 36,upacara ini dilakukan pada tahun kedelapan setelah pembuahan bagi kaumbrahmana, tahun kesebelas bagi kaum Ksatriya, tahun kedua belas bagi Waisya.

j. Samawartana ; upacara setelah menyelesaikan pendidikan.

k. Wiwaha: upacara perkawinan .

Di India selain upacara tersebut diatas masih ada lagi upacara tambahan yaitu upacara tindik kuping (Karnawedha) pada usia 3 tahun dan upacara Weda ramba : upacara mulai belajar weda pada usia 5 tahun bagi kaum brahmana. Di Bali ada upacara mepandes atau upacara potong gigi.

Semua upacara tersebut di atas dilakukan sebagai rangkaian pensucian untuk membersihkan kotoran yang melekat pada diri anak yang diperoleh dari orang tua ketika dalam kandungan sekaligus mohon bimbingan dan perlindungan dari Ida Sanghyang Widhi, serta sebagai media untuk mengumpulkan sanak keluarga untuk memberikan doa restu.

Dalam rangka perawatan fisik, perlu juga mengadopsi ilmu kedokteran modern yaitu dengan memberikan upaya pencegahan penyakit lewat program imunisasi

Misalnya;BCG untuk mencegah TBC, Hepatitis A maupun B untuk mencegah infeksi virus Hepatitis pada Hati, DPT untuk mencegah tetanus, batuk rejan dan infeksi menyumbat tenggorokan, Polio untuk mencegah lumpuh polio, Campak untuk mencegah radang paru basah dan radang otak, MMR untuk mencegah bengok, campak Jerman dan campak bias, HIB untuk mencegah radang selaput otak, Varicella untuk menegah cacar air, Typhim atau Typa untuk mencegah tipusl.

Selasa, 01 September 2009

Menentukan Pasangan Yang Baik

Menentukan Calon Pasangan yang baik

Untuk mendapatkan calon pasangan yang baik harus diamati bibit, bebet dan bobot calon pasangan.

Yang dimaksudkan pengamatan bibit meliputi asal-usul calon pasangan. Hendaknya diusahakan calon pasangan berasal dari keluaga baik-baik artinya bukan dari keluarga yang gemar mabuk-mabukan, penjudi, pemarah/emosional, pembohong, pencuri, gemar memerkosa, gemar memerkosa, gemar memfitnah, penggemar black magic dan lain-lainya yang merupakan perwujudan dari sifat-sifat sadripu dan sadatatayi. Bila memungkinkan supaya diusahakan mendapatkan calon yang bisa diajak membangun keluarga Sukhinah dari kelahiran Suwargacyuta yaitu orang-orang yang berbahagia turun lahir dari sorga dengan cirri-ciri : tidak sakit-sakitan ( Arogya), disayangi oleh sesamanya (Rati), berssifat ksatrya( Curatwa), berbhakti kepada Ida Sanghyang Widhi (Dewasubhaktih), murah rejeki (kanakalabha) dikasihi oleh orang besar (Rajapriyatwa), Pembrani (Cura), bijaksana dalam segala ilmu pengetahuan (Krtawidya), peramah (Pryamwada). Kesemuanya ini adlah cirri kelahiran sorga dan penjelmaan dari orang melakukan dharma yang suci dahulunya (I Gusti Agung Oka, 1994 :24-25)

Yang dimaksud dengan pengamatan tentang bebet atau penampilan. Hendaknya menghindari orang kelahiran Neraka cyuta dengan cirri-ciri sebagai berikut :Mandul (Anapatya), wandu (Akamarasa), mempunyai penyakit asma ( Pitti), bisu (kujiwa) berbicara tidak jelas (Clesma) dan orang berambut kemerah-merahan dan badannya cacat. Tetapi yang pantas dinikahi mempunyai nama yang pantas dan badannya tidak cacat, jalannya seperti seekor angsa, giginya kecil-kecil berbadan lembut ( I Gede Pudhja, M.A, 2002 :132-133)

Yang dimaksudkan dengan pengamatan tentang bobot , ini banyak diatur dalam Canakya Nitisastra maupun dalam Weda Smrti III.7 yang menyatakan: Keluarga yang tidak hirau pada upacara suci, tidak mengerti ajaran weda /agama hendaknya dihindari untuk dijadikan calon pasangan. Salah satu susatra Veda menegaskan bahwa :

Akara iringngita irgatya cesta bhasitena ca;

Natrawaktrawikarena jayate ca pariksitah

Maksudnya seseorang harus diuji dengan melihat tampilan luarnya berupa caranya berjalan, gerakgeriknya, perbuatannya, tutur katanya ( I Gusti Agung Oka, 1993 :169)

Dalam menejemen modern hendaknya mempertimbangan pengetahuan (knowledge), ketrampilan yang dimiliki (Skill) dan tata laku kesahariannya (Attitude)nya

Kelahiran Neraka cyuta yang dihindari dalam memilih pasangan, juga dilarang adalah masih hubungan sepupu dari keluarga Purusha, Arudaka namanya, saling ambil (Pasikuh-paha), suami istri pernah keponakan (Angemban Ari), kawin dengan tumin ngarep (Anglangkahi sanggar), mengawini janda beranak bila sudah punya anak laki-laki ,Ekajanma namanya (Suwidja,1992 :101).

Senin, 22 Juni 2009

Sekilas tentang JOGED

Joged adalah tari pergaulan (social dance) yang sangat populer di Bali. Tarian ini pada umumnya memiliki pola-pola gerak yang agak bebas, lincah, dan dinamis, yang diambil dari Legong maupun Tari Kekebyaran, dan dibawakan secara improvisasi. Tari ini biasanya dipentaskan sehabis panen, hari-hari raya, dan hari penting lainnya. Pada umumnya tari Joged ini merupakan tarian berpasangan, laki-perempuan, dengan mengundang partisipasi penonton.

Tari Joged mempunyai banyak macam, meliputi: Joged Bumbung, Joged Pingitan, Joged Gebyog, Joged Pudengan (Udengan), Gandrung, dll. Kecuali Joged Pingitan yang memakai lakon Calonarang, semua pertunjukan Joged selalu diisi bagian paibing-ibingan, yaitu tarian bermesraan. Bagian ini diawali dengan penari Joged yang memilih (nyawat) penonton laki yang diajak menari bersama di atas pentas. Sebagai sebuah kesenian rakyat, tari Joged diiringi dengan barungan ngamelan yang didominir oleh instrumen-instrumen bambu.

Joged Bumbung adalah tari Joged yang diiringi dengan gamelan tingklik bambu berlaras slendro yang disebut grantang. Tarian ini diperkirakan muncul pada tahun 1946 di Bali Utara. Kini Joged Bumbung dapat dijumpai hampir di semua desa di Bali dan kini merupakan jenis tari joged yang paling populer. (Wayan Dibia)

Sepintas tentang WAYANG WONG

Wayang Wong pada dasarnya adalah seni pertunjukan topeng dan pewayangan dengan pelaku-pelaku manusia atau orang (wong). Dalam membawakan tokoh yang dimainkan, semua penari berdialog, semua tokoh utama memakai bahasa Kawi sedangkan para punakawan memakai bahasa Bali. Pada beberapa bagian pertunjukan, para penari juga menyanyi dengan menampilkan bait-bait penting dari Kakawin.

Di Bali ada dua Jenis Wayang Wong, yaitu Wayang Wong Ramayana, dan Wayang Wong Parwa. Wayang Wong Ramayana (kemudian disebut Wayang Wong saja) adalah dramatari pewayangan yang hanya mengambil lakon dari wira carita Ramayana. Hampir semua penari mengenakan topeng. Diiringi dengan gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro.

Wayang Wong masih aktif di beberapa desa di Bali seperti: Mas, Telepud, dan Den Tiyis (Gianyar); Marga, Apuan, Tunjuk, Klating (Tabanan); Sulahan (Bangli); Wates Tengah (Karangasem); Bualu (Badung); Prancak, Batuagung (Jembrana).

Sementara itu, Wayang Wong Parwa yang biasa disebut Parwa yakni dramatari wayang wong yang mengambil lakon wira carita Mahabrata (Asta Dasa Parwa). Para penarinya umumnya tidak mengenakan topeng, kecuali para punakawan, seperti Malen, Merdah, Sanggut, Delem. Diiringi gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro. Parwa terdapat di desa-desa: Sukawati, Teges, Pujung (Gianyar) dan Blahkiuh (Badung).
Sumber:Ketut Syahruwardi Abbas

Minggu, 12 April 2009

Perjalanan Dang Hyang Dwijendra

Yang berminat silakan download disini

Selasa, 07 April 2009

PURA RAMBUT SIWI

PURA RAMBUT SIWI


Setelah Dang Hyang Dwijendra menjabat Pandita Kerajaan di
Gelgel dan sudah memberikan diksa kepada Dalem Waturenggong, beberapa
tahun kemudian beliau berniat untuk melakukan tirthayatra, melihat dari dekat
perkembangan ajaran kerohanian di desa-desa. Untuk melaksanakan niat
Beliau tersebut, beliau minta izin kepada Dalem Waturenggong agar beliau
berkekan memberikan persetujuannya. Karena tujuannya sangat baik, Dalem
tidak berkeberatan dan mengizinkan sang Mpu untuk melaksanakan
perjalanan bertirthayatra itu.
Konon berangkatlah beliau menuju arah barat, mula-mula sampai di
daerah Jembrana. Kebetulan beliau sampai pada sebuah parahyangan yang
biasanya pura itu dujaga oleh seorang penjaga pura sekalian sebagai pemilik
parahyangan itu. Seperti kebiasaan sang penunggu parahyangan itu, setiap
orang yang lewat di tempat itu diharuskan untuk bersembahyang terlebih
dahulu sebelum mereka meneruskan perjalanan. Kebetulan hari itu yang
tengah lewat adalah Dang Hyang Nirartha. Sang penunggu parahyangan itu
menegur sang Mpu agar beliau mengadakan persembahyangan di tempat suci
itu. Dia juga menjelaskan bahwa parahyangan itu sangat angker sekali.
Barangsiapa yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di sana, dia
tidak mau menjamin keselamatannya. Pasti orang itu akan menemukan celaka.
Setelah sang Mpu bertanya, kesusahan apa yang akan dialami orang-orang
yang tidak mau menghaturkan persembahyangan di parahyangan itu, sang
penunggu parahyangan itu mengatakan bahwa yang bersangkutan pasti akan
dimakan macan. Di daerah sekitar itu banyak macan yang sangat ganas yang
merupakan rencangan parahyangan ini.
Dia meminta berkali-kali kepada Mpu Nirartha agar beliau mau
bersembahyang terlebih dahulu sebelum beliau melanjutkan perjalanannya
agar benar-benar selamat di perjalanannya nanti. Mpu Nirartha menuruti
perkataan sang penjaga pura itu, seraya beliau mempersiapkan diri akan
bersembahyang. Di situ beliau menyatukan bayu, sabdha, dan idhepnya seraya
mengarahkan konsentrasinya berngara sika atau mata ketiga. Tak lama
kemudian tiba-tiba saja parahyangan menjadi pecah dan rubuh. Sang pemilik
parahyangan itu angat kaget melihat kejadian yang sangat gaib itu, seraya ia
minta ampun, agar parahyangan itu bisa dibangun lagi, sehingga ada tempat ia
menghaturkan persembahyangan kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa.
Sambil menangis ia mohon ampun kepada sang Mpu agar sudi memaafkan
kesalahan-kesalahannya dan mohon agar parahyangannya dapat dibangun
kembali. Sang Mpu Nirartha menasihatinya agar tidak membohongi penduduk
yang tidak tahu apa itu, dan harus berjajni bakti kepada Sang Hyang Widhi
selain kepada leluhur. Maka setelah ia berjanji tidak akan membohongi
penduduk lagi, Maka Dang Hyang Nirartha membangun kembali tempat
persembahyangan itu. Selanjutnya beliau emutuskan untuk tinggal lebih lama
di sana. Lama kelamaan didengar sang Mpu berada di sana, banyak para
penduduk datang, ada yang ingin berguru agama dan tidak sedikit yang datang
untuk berobat. Hal itu terjadi karena nama beliau sebelumnya di Gadingwani
sudah sangat dikenal betul sebagai ahli pengobatan di samping ahli ilmu
agama. Ramailah orang datang ke parahyangan itu. Lama-kelamaan karena
beliau memang ingin beranjangsana berkeliling, maka beliau menyatakan akan
meninggalkan mereka dan meneruskan perjalanan. Para penduduk sangat
sedih karena kepergian beliau, karena mereka sudah merasa senang beliau
berada di sana.mereka memohondengan sangat agar sang Mpu bersedia
tinggal lebih lama di sana. Sang Mpu tetap tidak bisa menuruti permintaan
para menduduk itu. Maka untuk mengikat mereka, sang Mpu berkenan
memberikan selembar rambut beliau agar ditaruh di tempat parahyangan itu
untuk dijadkan penyiwian sebagai pertanda peringatan akan keberadaannya.
Kemudian dari tempat itu disebut Parahyangan Rambut Siwi atau Pura
Rambut Siwi. Selanjutnya beliau menetapkan hari baik untuk pujawali
Parahyangan Rambut Siwi tersebut.Piodalannya jatuh pada RABU UMANIS
PRANGBAKAT. Pada hari itu disuruh menyelenggarakan pujawali untuk
memohon berkah.
Matahari ketika itu telah pudar cahayanya, kian merendah hendak
menyembunyikan wajahnya di tepi langit barat, karena itu sang pendeta
berniat akan bermalam di Pura Rambut Siwi. Orang-orang makin banyak
menghadap sang pendeta, yang berniat memohon nasihat soal agama, ada pula
yang mohon obat. Semalam-malaman itu sang pendeta menasihatkan ajaran
agama kepada penduduk, terutama berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi
dan Bhatara-Bhatari leluhurnya, agar sejahtera hidupnya di dunia. Dan
diperingatkan juga pelaksanaan puja wali di Pura Rambut Siwi agar
masyarakat menjadi selamat dan tentram.

Senin, 30 Maret 2009

Pura Ulun Danu Batur

Sekilas Gunung Batur dan Pura Ulun Danu Batur

kamis (09/4) , bertepatan dengan pemilu adalah Purnama Kedasa. Sebagaimana biasa saat itu berlangsung upacara besar di Pura Ulun Danu Batur. Desa Batur, Kintamani, Bangli. Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimulialan sebagai stana Bhatara Wisnu. Sedangkan Bhatara Siwa di Besakih dan Brahma di Lempuyang Luhur, Karangasem.

SEBAGAI stana Bhatara Wisnu, yang dalam konsep masyarakat Batur terkenal dengan sebutan Bhatari Dewi Danuh, Pura Ulun Danu memiliki historis yang sangat menarik, baik berkembang secara turun-temurun sebagai cerita rakyat yang hidup di Batur serta masyarakat pemuja di sekitarnya, maupun sebagaimana termuat dalam beberapa babad.

Paling tidak, sejarah Pura Ulun Danu Batur termuat dalam Babad Pasek yang ditulis oleh Jro Mangku Gede Ketut Soebandi, Babad Pasek yang ditulis oleh I Gusti Bagus Sugriwa, serta Babad Kayu Selem yang disalin oleh Drs. Putu Budiastra, dkk. Bahkan sejarah pura ini juga termuat dalam Raja Purana Pura Ulun Danu Batur I dan II yang disusun oleh Drs. I Putu Budiastra, dkk. Sejarah dan terjadinya Gunung Batur serta Pura Ulun Danu Batur dapat diuraikan sebagai berikut.

Zaman Bahari

Dalam versi Babad Pasek dan Babad Kayu Selem, semula Pulau Bali dan Selaparang masih menyatu dan terombang-ambing dihanyutkan arus samudera. Waktu itu, Ida Bhatara Hyang Pasupati yang berstana di Puncak Gunung Prabulingga (Gunung Semeru) merasa kasihan melihat kedua pulau tersebut terombang-ambing. Beliau lantas mengutus tiga putranya yakni Bhatara Hyang Geni Jaya, Bhatara Hyang Mahadewa, dan Bhatari Dewi Danu agar menyusup ke Pulau Bali.

'Nanda bertiga, Geni Jaya, Putra Jaya (Mahadewa) dan Dwi Danuh hendaknya nanda bertiga datang ke Pulau Bali agar pulau tersebut tidak terombang-ambing,' demikian sabda Hyang Pasupati. 'Mohon maaf, nanda ayahanda, nanda masih sangat muda dan belum berpengalaman,' jawab ketiga putranya. 'Nanda jangan khawatir,' tandas Hyang Pasupati. Begitulah, akhirnya Hyang Pasupati memasukkan ketiga putranya ke dalam kelapa gading, dan dihanyutkan lewat dasar laut. Secara gaib ketiganya tiba di Gunung Agung, dan Beliau sepakat mencari tempat bersemayam. Bhatara Hyang Geni Jaya memutuskan berstana di Gunung Lempuyang, Bhatara Putra Jaya (Mahadewa) berstana di Gunung Agung dengan Pura Besakih, dan Bhatari Dewi Danu memilih sebuah kubangan besar yakni Danau Batur dengan Gunung Batur sebagai puncaknya.

Setelah itu, Hyang Pasupati mengirim empat putra lainnya, seterusnya berstana di Andakasa, Gunung Beratan (Pucak Mangu), Gunung Batukaru, dan Pejeng. Sehingga bila dirunut secara historis, khususnya dari kajian babad, seharusnya di Bali ada sapta kahyangan bukannya sad kahyangan.

Purana Tatwa Batur

Siapa dan bagaimana Gunung Batur serta Beliau yang bersemayam di Pura Ulun Danu Batur, tersirat pula dalam salah satu bagian: Raja Purana Pura Ulun Danu Batur -- Purana Tatwa. Begitu pula, uraian ini sangat populer di sekitar pemuja Pura Ulun Danu Batur.

Kisahnya adalah: Tersebutlah tiga putra Bhatara Indra yang berstana di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar, bertanya pada kakeknya Hyang Pasupati di Gunung Semeru. 'Mohon maaf Kakek Bhatara, siapakah gerangan ayahanda cucunda?'

'Oh kalau itu cucunda tanyakan, biar nanti bibi yang mengantar cucunda menjumpai ayahanda'. 'Nah nanda I Ratu Ayu Mas Membah (sebutan Bhatari Dewi Danu), sekarang berangkatlah ke Tirta Empul antarkan kemenakan nanda menghadap ayahandanya.'

Demikianlah I Ratu Ayu Mas Membah berangkat ke Bali diiringi ketiga putra Bhatara Indra serta I Ratu Ayu Arak Api. Tak terkisahkan di jalan ketiganya telah tiba di stana Bhatara Indra di Tirta Empul, dan langsung menghadap Bhatara Indra. 'Oh dinda Dewi datang, siapa kiranya anak tampak ketiga ini?'.

'Oh kanda tidak kenal, inilah ketiga putra kanda yang yang semula di Semeru bersama ayahanda'. 'Oh begitu, kemarilah Nanda bertiga maaf ayahanda sudah tua, dan pandangan ayah sudah berkurang'.

'Nah, nanda yang tertua, ayah tak punya apa-apa, kiranya apa yang akan nanda minta?'. 'Mohon maaf ayahanda dan kiranya ada nanda memohon goa yang besar serta air suci'. 'Oh kalau itu, baiklah, kini ayah beri nama nanda I Ratu Gede Gunung Agung, dan di sanalah nanda menetap di bekas tempat ayah di pertengahan Gunung Agung, dan ini air suci, nanti beri nama tirta Mas Manik Kusuma.' Begitulah, beliau lantas berstana di sekitar pertengahan Gunung Agung. Selanjutnya, 'Nanda yang kedua I Gede Nengah, apa yang nanda minta?'. 'Hamba juga minta air suci'. 'Nah nanda I Gede Nengah tempatkanlah air suci ini di barat laut tempat ibunda, dan beri nama tirta Mas Manik Mampeh. Letaknya di barat laut Danau Batur.'

'Nah nanda yang terkecil namun badannya terbesar apa yang nanda minta?'. 'Nanda minta balai agung'. Beliau diberikan dan distanakan di Manukaya. Lalu, Bhatara Indra meminta Mangku Pucangan agar mengantarkan I Ratu Ayu Mas Membah menuju tempatnya. Beliau dijunjung menuju arah timur laut, di suatu tempat. Karena kepayahan menjunjung I Ratu Ayu Mas Membah istirahat sambil nafasnya 'ah-ah, ah', sehingga tempat itu disebut Basang Ah.

Perjalanan dilanjutkan dan tiba di Desa Pengotan. Saat itu penduduk sedang rapat. Mangku Pucangan berkata: 'Tuan berhenti sebentar bersidang, ini Paduka datang'. Mereka tertawa karena melihat wujud Ida Bhatari layaknya ukiran janur yang dijunjung oleh Mangku Pucangan. 'Oh ha, ha, ha dimana ada Bhatari, orang menjunjung sampyan (ukiran rontal) banyak capak'. Ida Bhatari berkenan menunjukkan wajah aslinya dan berkata, 'Nanti jika kalian semua memuja kepada-Ku, masih di pintu gerbang akan diterbangkan angin'. Begitulah yang terjadi sampai saat ini, biasanya sesaji warga Pengotan, hancur di candi Pura Ulun Danu Batur.

Perjalanan dilanjutkan. Sampai di Penelokan Mangku Pucangan melihat air payau sangat luas dan Bhatari Ratu Ayu Mas Membah meminta mencari benang dan bulu ayam. Benda tersebut dilemparkan ke tengah payau lalu benang tersebut diikuti oleh Mangku Pucangan. Tepat di tengah air payau Beliau berkata, 'Sudahlah Mangku Pucangan tempatkan Aku di sini'.

Begitu Beliau diturunkan, mendadak tempat ini makin tinggi terus menjadi sebuah gunung tepat di tengah payau (danau). Gunung itu diberi nama Gunung Tempur/ Tempuh Hyang. Artinya bekas pijakan kaki Ida Bhatari, sehingga menjadi Gunung Tampur Hyang. Nama lain dari Gunung Tampur Hyang adalah Gunung Lebah yang artinya sebuah gunung yang letaknya di dataran rendah, serta Gunung Sinarata -- yang diartikan oleh masyarakat Batur 'gunung yang mendapat sinar matahari secara merata'.

Demikianlah ceritanya, dan secara berkelanjutan akibat letusan Gunung Batur, mereka berpindah ke atas, serta puranya bernama Pura Ulun Danu Batur yang pujawalinya jatuh setiap Purnama Kedasa.

Jro Mangku I Ketut Riana


Minggu, 29 Maret 2009

Usada ( Pengobatan)

Usada atau pengobatan secara tradisional pada orang yang terkena penyakit non medis dan medis yang pengobatannya secara tradisional
  1. Unsur guna dalam ramuan obat menurut Ayurveda.
Unsur Guna dalam Ramuan Obat

Menurut Ayurveda
Oleh: Ngurah Nala (Universitas Hindu Indonesia)

Kata guna yang terdapat di dalam kitab Ayurveda, berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya atau padanan katanya dalam bahasa Indonesia bukanlah manfaat atau faedah. Walaupun kurang tepat, tetapi para ahli Ayurveda lebih cenderung mengartikan kata guna sebagai sifat atau kualitas prinsip yang terdapat di dalam ramuan atau yang dikandung oleh suatu ramuan. Berdasarkan atas guna yang terdapat di dalamnya, ada yang membagi ramuan obat berdasarkan atas banyak sedikitnya unsur guna atau sifat yang dikandungnya. Menurut pembagian ini ramuan obat dibagi atas 20 kategori. Kedua puluh ramuan obat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Guru
Rambuan obat yang memiliki guru guna, bersifat kental dan berat. Dalam ramuan ini ada dua unsur panca maha bhuta yang dominan keberadaannya, yakni unsur perthiwi (bumi, zat padat) dan apah (air, zat cair). Karena mengandung kedua unsur bhuta inilah yang menyebabkan ramuan tersebut memiliki sifat kental dan berat. Ramuan ini berkhasiat meningkatkan unsur tri dosha kapha (air, cairan). Tetapi menurunkan unsur vatta (udara, gas) dan pitta (panas, metabolisme) yang ada di dalam tubuh.

2. Laghu
Ramuan obat yang mengandung laghu guna, bersifat encer dan ringan.
Ramuan ini didominasi oleh tiga unsur bhuta, yakni unsur teja (api, panas), vayu (udara, gas) dan akasa (kosong). Dapat meningkatkan unsur tri dosha vatta (udara) dan pitta (panas), dengan sendirinya juga menaikkan pengeluaran agni (enzim). Tetapi menurunkan unsur kapha (air).

3. Sita
Ramuan obat yang mengandung sita guna (sitha) ini bersifat dingin. Bahan ramuannya didominasi hanya oleh satu unsur bhuta, yaitu unsur apah (air). Ramuan obat ini dapat dipergunakan untuk menaikkan jumlah unsur tri dosha vatta (udara, gas) dan kapha (zat cair), tetapi sebaliknya menurunkan unsur pitta (panas).

4. Usna
Ramuan obat yang mengandung usna guna ini bersifat panas. Unsur bhuta yang terbanyak berada di dalam ramuan ini hanya satu, ialah unsur teja (panas). Dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan unsur tri dosha pitta (panas), dan agni (api) serta enzim dalam tubuh.

5. Snigdha
Ramuan obat yang mengandung snigdha guna ini bersifat lembut, berminyak. Ramuan ini hanya didominasi oleh satu unsur bhuta, yaitu unsur apah (air). Berfungsi untuk menaikkan unsur tri dosha pitta (panas) dan kapha (air) dalam tubuh. Tetapi sebaliknya dapat menurunkan unsur vatta (udara) dan agni (panas, enzim).

6. Ruksha
Ramuan obat yang mengandung ruksha guna. ini bersifat kenyal, tidak lembut, tidak berminyak, kering. Bahan ramuan ini didominasi oleh tiga unsur bhuta, yakni unsur perthiwi (bumi, tanah), teja (panas) dan vayu (udara). Ramuan ini bermanfaat untuk meningkatkan unsur tri dosha vatta (udara) dan agni (enzim). Tetapi menurunkan unsur kapha (air) dan pitta (api, panas).

7. Manda
Ramuan yang mengandung manda guna ini bersifat hambar dan lembut. Bahannya didominasi oleh dua unsur bhuta, ialah unsur perthiwi (bumi, tanah) dan apah (air). Dapat dipergunakan untuk menaikkan unsur tri dosha kapha (air) dalam tubuh. Tetapi menurunkan unsur vatta (gas) dan pitta (api, panas).

8. Tikshna
Ramuan obat yang mengandung tikshna guna memiliki sifat menyengat dan tajam. Bahannya didominasi hanya oleh satu unsur bhutta, yakni unsur teja. Berkhasiat untuk meningkatkan unsur tri dosha vatta dan pitta. Tetapi menurunkan unsur kapha.

9. Sthira
Ramuan obat yang mempunyai sifat sthira guna mempunyai sifat stabil, mantap atau statis. Ramuan, ini bahannya didominasi hanya oleh unsur bhuta saja, yaitu unsur perthiwi (zat padat). Dapat dipergunakan untuk meningkatkan unsur tri dosha kapha. Tetapi menurunkan unsur vatta (gas), pitta (panas) dan agni (enzim).

10. Sara atau Chala
Ramuan obat yang mempunyai sara guna (chala) mudah bergerak, mobil, dinamik dan labil. Bahan ramuan ini didominasi oleh dua unsur bhuta, yakni unsur vayu (udara, gas) dan apah (air). Dapat menaikkan unsur tri dosha vatta, pitta dan agni (enzim). Tetapi menurunkan unsur kapha.

11. Merdu
Ramuan obat yang memiliki merdu guna, bersifat lunak. Bahan ramuannya banyak mengandung dua unsur bhuta, yaitu unsur apah (air) dan akasa (kosong). Berkhasiat meningkatkan unsur tri dosha pitta (panas) dan kapha (cairan). Tetapi menurunkan unsur vatta (gas) dan agni (enzim).

12. Kathina
Ramuan obat yang mempunyai kathina guna bersifat keras. Bahannya didominasi oleh unsur bhuta perthiwi (zat padat). Khasiat ramuan jenis ini dapat meningkatkan unsur tri dosha vatta (gas) dan kapha (cairan). Tetapi menurunkan unsur pitta (panas) dan agni (enzim).

13. Vishada
Ramuan obat yang memiliki vishada guna bersifat tidak berlendir dan tembus pandang (transparan). Bahannya didominasi oleh empat unsur bhuta, yakni unsur perthiwi (zat padat), teja (panas), vayu (udara, gas) dan akasa (hampa, rongga). Ramuan ini dimanfaatkan untuk meningkatkan unsur tri dosha vatta (gas), pitta (panas), dan agni (enzim) di dalam tubuh. Tetapi berefek menurunkan unsur kapha (cairan).

14. Picchila atau Avila
Ramuan obat yang memiliki picchila guna atau avila guna ini bersifat berlendir, berkabut, kabur. Bahannya lebih banyak mengandung unsur apah bhuta (zat cair) dibandingkan dengan unsur bhuta lainnya. Bermanfaat untuk menaikkan unsur tri dosha kapha (cairan) dalam tubuh. Tetapi menurunkan unsur vatta (gas), pitta (panas) dan agni (enzim).

15. Slakshna
Ramuan obat yang memiliki slakshna guna bersifat halus, berlendir. Bahannya didominasi oleh unsur teja bhuta (panas). Dapat menaikkan unsur tn dosha pitta (panas) dan kapha (cairan) dalam tubuh. Tetapi menurunkan unsur vatta (gas) dan agni (enzim).

16. Khara
Ramuan obat yang memiliki khara guna bersifat kesat dan kasar. Unsur vayu (udara, gas) lebih dominari terdapat dalam ramuan ini dibandingkan bhuta lainnya. Ramuan ini dapat dimanfaatkan untuk menaikkan unsur tri dosha vatta (gas) dan agni (enzim) dalam tubuh. Tetapi berefek menurunkan unsur kapha (cairan) dan pitta (panas).

17. Sukshma
Ramuan obat yang mempunyai sukshma guna bersifat halus. Bahannya didominasi oleh tiga unsur bhuta, yaitu unsur teja (panas), vayu (udara, gas) dan akasa (kosong, rongga). Ramuan ini dapat dipergunakan untuk meningkatkan unsur tri dosha vatta (gas), pitta (panas) dan agni (enzim) di dalam tubuh. Tetapi berefek menurunkan unsur kapha (cairan).

18. Sthula
Ramuan obat yang memiliki sthula guna bersifat kasar. Bahannya lebih mengandung unsur perthiwi bhuta (zat padat). Ramuan ini berkhasiat menaikkan unsur tri dosha kapha (cairan). Tetapi berpotensi untuk menurunkan unsur vatta (gas), pitta (panas) dan agni (enzim).

19. Sandra
Ramuan obat yang memiliki sandra guna bersifat padat. Bahan ramuannya didominasi oleh unsur perthiwi bhuta. Karena unsur bhutanya sama, maka khasiat ramuan ini hampir sama dengan ramuan yang mengandung sthula guna, yaitu berfaedah untuk meningkatkan unsur tri dosha kapha (cairan) di dalam tubuh. Tetapi dapat pula menurunkan unsur vatta (gas), pitta (panas) dan agni (enzim).

20. Drava
Ramuan obat yang memiliki drava guna bersifat cair. Bahan ramuannya didominasi hanya oleh unsur bhuta, yakni unsur apah (air). Ramuan ini dapat meningkatkan unsur tri dosha pitta (panas) dan kapha (cairan) dalam tubuh. Tetapi sebaliknya dapat juga menurunkan unsur vatta (gas) dan agni (enzim).

Di dalam kitab Ayurveda tidak dijelaskan bagaimana caranya mengetahui guna yang terkandung di dalam suatu bahan ramuan obat. Sebab suatu bahan ramuan obat yang dikatakan memiliki guru guna (berat) atau laghu guna (ringan), cara mengetahui guna itu tidaklah dengan cara menimbang bahan bersangkutan. Dua bahan dengan jumlah yang sama tetapi yang satu mempunyai berat yang lebih, tidak berarti bahan ramuan yang satu ini memiliki guru guna (berat). Beras yang mempunyai laghu guna (ringan), dan ketan yang memiliki guru guna (berat), tidak berarti bahwa satu kilogram ketan lebih berat dari satu kilogram beras. Tentu ada cara khusus untuk menentukan masalah guna yang dikandung oleh setiap bahan ramuan obat. WHD No. 416 Oktober 2001.
  1. Asthi Bhagna Patah Tulang
  2. Universal atau Keabadian Alami Ayurveda
  3. Lontar Usada Ila(pengobatan penyakit Lepra )
  4. Lontar Usada Buduh( Pengobatan penyakit Gila )
  5. Jihva Pariksha Pemeriksaan Lidah
Semoga Bermanfaat...

Minggu, 22 Maret 2009

Tips and Trik Liburan Di Bali...

Berikut Tips Untuk Kamu" yang pengen liburan ke Bali dengan saku Paspasan....
  1. Tentukan Lokasi yang bakal kamu kunjungi
  2. Cari hotel yang murah.. yang banyak betebaran di Bali....,Kalo memungkinkan nginep ditempat temen... klo ada temen sih....heheheeee
  3. sewa motor buat jalan" karena motor lebih murah dan irit bensin....
  4. gak usah sewa guide, cukup ikuti bule" yang bawa guide karena kita bisa nebeng denger, dan yang terpenting bahasanya kita bisa mengerti....
  5. makan dan minum di pkl aja. dan yang terpenting jauh dari objek wisata....
  6. samarkan identitas kalian bahwa kalian bukan dari Bali....hehehe....
  7. dan yang terpenting bawa identitas kalian karena banyak razia.. salah" dikira maling...haha...
  8. segera pulang kalo duit udah mau habis........
Sekian dulu tips and trik dari aku.. mudah"an bermanfaat....
Canti............... Canti........... Canti........

Ngelawang Dance

Ngelawang Dance
Pada tahun 1992 I Ketut Suteja, dosen STSI Denpasar, menampilkan sebuah garapan tari kontemporer yang diberi nama Ngelawang. Tari ini banyak diilhami oleh tari Barong Ket yang tidak asing lagi bagi masyarakat Bali. Ngelawang (dari kata lawang yang artinya pintu) adalah sebuah istilah dalam bahasa Bali yang berarti pertunjukan yang berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain, atau dari satu desa ke desa yang lain. Pertunjukan seperti ini biasa dilakukan pada waktu hari - hari raya besar seperti Galungan dan Kuningan. Di tempat-tempat tertentu ngelawang juga diadakan apabila disuatu desa terjadi wabah penyakit.

Dalam garapan ngelawangnya ini Suteja memasukan ide yang kedua ngelawang untuk mengusir roh-roh jahat. Dalam garapan ini juga Suteja memasukan cukup banyak gerak-gerak baru yang penuh vitalitas dan memakai gamelan Balaganjur untuk mengiringi garapan ini. Ngelawang ditarikan oleh 8 orang penari yang terdiri dari 4 orang penari putra dan 4 orang penari putri. Di dalam tarian ini ditampilkan 2 buah barong buntut (hanya bagian depan dari barong ket) dan sebuah punggalan (topeng) barong ket. Oleh karena begitu dominannya bentuk barong di dalam garapan ini, maka garapan ini juga disebut sebagai "Barong Ngelawang".

Sejak tahun 1992 para pencipta tari di Bali telah berhasil menciptakan beberapa karya penting walaupun pementasannya mungkin hanya dilakukan satu kali. Di antara garapan - garapan tari Kontemporer yang dimaksud adalah Cak Seni Rupa Lata Mahosadhi (1995) dan Ruwatan Bumi (1997), kedua hasil karya Nyoman Erawan, dan Ram-wana : ketika Rama menjadi Rahwana (1999) karya I Wayan Dibia. Garapan-garapan ini menawarkan beberapa hal baru yang terlihat dalam tema, elemen pertunjukannya dan tata pementasannya. Cak Seni Rupa Erawan menyajikan tafsiran baru terhadap kisah Lata Mahosadhi dan permainan warna-warna cair. Ruwatan Bumi menawarkan tema ruwatan diri yang dilakukan terhadap penciptanya sendiri (Erawan) yang digundul dalam pertunjukan ini. Ram-wana menawarkan interpretasi baru terhadap kisah Ramayana yang disesuaikan dengan kondisi sosial politik pada tahun 1999. Dalam karya Erawan dan Dibia ini dilibatkan pembacaan puisi dan seni rupa instalasi di alam terbuka. Namun sekarang Ngelawang sering dibawakan oleh anak anak yang diarak keliling desa.

Minggu, 15 Maret 2009

Ogoh...Ogoh

Ogoh ogoh adalah sebuah boneka raksasa yang berwujud raksasa atau pun bhutekala....kali... yang dibuat berdasarkan seni patung.Dalam ajaran Hindu Dharma Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.


Dalam pungsinya Ogoh-Ogoh sebagai perwujudan Bhuta Kala, dibuat menjelang hari raya Nyepi(Penyepen) dan di arak beramai ramai diiringi tabuh beleganjur pada saat pengerupukan yaitu sehari sebelum hari raya Nyepi. Ogoh-Ogoh diarak mengelilingi desa untuk meminimalisir pengaruh roh jahat yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar kita...

Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Peta Melasti Panca Bali Krama

Peta melasti Panca Bali Krama

Kisah Semut Api Pura Pucak Geni


Kisah Semut Api Pura Pucak Geni

Sejak ditemukan pertama kali tahun 1906, pura ini selalu padat penangkilan . Tak hanya masyarakat umum, tiada jarang pejabat tinggi bersujud suntuk di hadapan Ida Batara Pura Luhur Pucak Geni. Apa hubungannya dengan semut api?


Sebuah mobil sarat penumpang terlihat menaiki jalan menuju Pura Luhur Pucak Geni, Banjar Seribupati, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga,
Kabupaten Tabanan. Tiba di halaman paling lura pura, setelah kendaraan berhenti sekelompok orang berbusana adat Bali keluar dari pintu samping. Usai menurunkan sesaji mereka langsung menuju bale pasandekan yang berada di sisi timur jaba tengah. Pohon pule besar nan menjulang tinggi yang digoyang desiran angin, seakan tersenyum girang menyapa orang-orang baru datang itu. “ Ngiring malinggih dumum (silakan duduk dulu),” seorang lelaki tua berbusana serba putih berkata dan disambut anggukan oleh warga tadi.
Selasa Keliwon medio Pebruari lalu, memang banyak orang melakukan panangkilan ke Pura Pucak Geni. “Sudah menjadi tradisi di sini, saat hari rerainan gumi (hari suci jagat), maka orang akan datang. Malah ” urai Jero Mangku Anyar Pura Luhur Pucak Geni, Nyoman Genting. Apalagi saat hari rarainan jagat, Jero Dasaran dan Jero Mangku Anyar mesti bersiap di pura sehari penuh.
Bagi yang tangkil ke tempat suci ini ada beberapa jalur yang bisa dilalui. Jika menempuh jalur barat (jalan raya Denpasar–Bedugul), setelah sampai di Desa Sembung, Kecamatan Mengwi, tepatnya sebelum pasar Sembung berbelok ke kanan menuju Desa Cau Belayu. Tiba di perempatan Cau Belayu belok ke kiri. Kurang lebih 200 meter ada pertigaan menuju jalan ke Banjar Seribupati.
Apabila mengambil jalur timur (jalan raya Denpasar–Petang, Badung), begitu sampai di pasar Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal berbelok ke kiri, mengambil jurusan ke Desa Ayunan (masih wilayah Kecamatan Abiansemal). Tiba di Ayunan lurus ke utara menuju Cau Belayu . Tiba di Cau Belayu cari pertigaan jalan menuju Pura Luhur Pucak Geni di Banjar Seribupati.
Pura Pucak Geni memang kerap dipadati pemeluk Hindu di Bali, sekalipun dari sisi sejarah sejatinya tiada banyak yang bisa terungkapkan. Tinggalan yang ada tak teramat banyak. Hanya ada batu dan pohon pule yang di bagian bawahnya kini ada semacam lubang selalu keluar air, tempat orang-orang umumnya melakukan panglukatan (ruwatan dalam bahasa Jawa).
Entah apa yang menjadi alasan hingga pura ini kerap dikunjungi warga. Dari sudut sejarah, sesuai pengakuan seorang warga Seribupati, Gede Oka Antara mengakui, tiada bukti otentik yang dapat dijadikan tonggak awal pendirian yang hari piodalan jatuh pada Buda Cemeng Kelawu ini.
Kalau toh ada, bukti yang tersiar di masyarakat lebih banyak berdasarkan cerita mitos warisan para moyang Seribupati. Seperti yang cerita yang didapat seorang sesepuh, I Ketut Tantra. Pamangku Pura Dalem Purwa Desa Pakraman Seribupati ini berkisah, bahwa tahun 1906, penguasa Kerajaan Belayu, Kecamatan Marga, I Gusti Gede Oka, sempat datang bersama ratusan abdi dari berbagai desa, seperti warga Desa Jadi, Belayu, Kuwum, Kukuh, dan Telanbawak, ke sebelah timur wilayah kekuasaannya.
Kawasan yang dituju masih berupa hutan perawan yang ditumbuhi semak serta pepohonan besar. Rombongan Kerajaan Belayu tersebut hendak memperluas wilayah tempat tinggal warga yang berada di bawah kekuasaannya.
Bagai kisah perjalanan Rsi Markandeya, Mpu dari Jawa Timur, saat pertama kali mengadakan perabasan hutan di Besakih, kedatangan Raja Belayu bersama pasukan pertama kali ke hutan dimaksud ternyata gagal mengadakan pembabatan hutan. Para pengikutnya tiba-tiba terserang semut api (semut merah) cukup banyak hingga tak sanggup lagi menunaikan tugas-tugasnya. Melihat keadaan yang kurang menguntungkan, Raja Belayu memerintahkan para warga kembali lagi ke desa masing-masing.
Menyerah? Belum ternyata, penguasa Puri Belayu kembali datang ke alas tadi. Kedatangan yang kedua kali juga disertai pengikut cukup banyak. Di antara pengikut itu bernama I Wayan Ngiring alias Pan Kayun,---Pan Kayun kelak jadi kakek dari Jero Mangku Dalem Purwa.
Sesuai rencana yakni membuka kembali lahan baru, maka perabasan pun dilakukan. Kali ini memang berhasil, tak lagi ada semut merah yang mengganggu.
Tiba di satu tempat yang cukup tinggi para perabas hutan dikejutkan oleh penemuan benda berupa batu yang bertumpuk. Sedangkan di sekitarnya tumbuh pohon andong bang (merah) dan kayu pule cukup besar. Orang-orang yang hadir saat itu, termasuk kakek Jero Mangku Dalem Purwa meyakini lokasi tadi merupakan tempat suci. Mereka tak berani mengganggu. Sebaliknya, di tempat itu kemudian didirikan sanggar agung sebagai tanda tempat suci. Kawasan suci itulah kemudian disebut Pura Hyang Api. Nama Hyang Api muncul, mengingat pertama kali pasukan Belayu datang dan hendak mengadakan perabasan hutan, ternyata diserang semut api.
Pasca perluasan lahan untuk tempat tinggal dan pertanian, mulailah orang-orang menempati wilayah yang kelak dinamakan Desa Adat Seribupati. Saban waktu mereka hadir ke Pura Hyang Api memohon karahayuan dan keselamatan. “Itulah cerita yang saya tami (wariskan) sampai kini,” lanjut Jero Mangku Tantra.
Setelah mendekati setengah abad, sekitar tahun 1950-an, nama Hyang Api diganti menjadi Pura Luhur Pucak Geni. Pergantian dilakukan berdasarkan atas pamuus Ida Batara yang disampaikan langsung oleh Jero Dasaran.
Mangku Tantra pun warga pangempon Pura Hyang Api yang berasal dari tiga banjar, Banjar Seribupati, Padangaling, dan Babakan, tiada banyak bertanya sehubungan dengan pergantian tersebut. Mengingat semua itu titah dari Ida Batara, maka sejak saat itu nama Hyang Api diganti jadi Pucak Geni. ”Sampai sekarang orang-orang lebih lumrah mengenal pura ini sebagai Pura Luhur Pucak Geni,” Mangku Tantra mempertegas.
Nama boleh berganti, toh itu tak menyurutkan bakti warga yang tangkil ke pura bersatus dangkahyangan ini—status dangkahyangan disematkan pada Pura Luhur Pucak Geni karena pangempon lebih dari satu banjar dan yang datang tangkil juga dari berbagai daerah di Bali—tiada pernah surut. Lebih-lebih pada hari rarainan gumi (hari suci jagat), seperti Keliwon, Purnama, Tilem, dan hari suci lain, masyarakat Hindu seakan berlomba mendatangi tempat ini.
Ditambah lagi pada saat tertentu, menjelang suksesi kepemimpinan atau kegiatan pemilu misalkan, tak jarang pamangku dan pangayah mesti rela begadang hingga larut malam. Menunggu mereka yang hendak tangkil di malam hari. “Beberapa palinggih di pura ini juga ada disumbangkan oleh petinggi di daerah ini,” Pamangku Anyar Pura Pucak Geni, I Nyoman Genting menambahkan.
Rohaniwan ini tiada tahu pasti apakah persembahan tersebut sebagai wujud tanda bakti atas berkah yang diterima atau ada tujuan lain, membayar kaul setelah sukses meraih yang diinginkan, misalkan. Namun, dia tetap berpikiran positif, bahwa segala yang dihaturkan ke pura itu berdasarkan ketulusan.
Lumrahnya tempat suci di Bali, Pura Luhur Puncak Geni juga terbagi dalam tiga mandala (bagian). Di areal jaba (paling luar) sehari-hari dimanfaatkan untuk parkir bagi pamedek (warga yang hendak pergi ke pura). Ketika upacara besar banyak dibangun rompok oleh para pedagang.
Pada jaba tengah ada beberapa palinggih. Di ujung timur laut tepatnya di bawah pohon pule terdapat padmasana sebagai stana Ratu Gede Jaksa yang diyakini warga sebagai penjaga di pura luhur ini. Bagi orang-orang yang hendak sembahyang, sebelumnya mesti melapor di palinggih ini. Pun saat hendak berpamitan juga mohon diri dari Ida Ratu Gede Jaksa.
Sedangkan di pohon pule berstana Ratu Gede Siwa Sangkara. Kemudian ada palinggih apit lawang yang di sebelah Barat (kanan) sebagai stana Mahakala dan di kiri (timur) stana Adikala. Di kori agung merupakan stana Sanghyang Kala. ”Pohon pule ini juga sering dimohon warga dari beberapa desa untuk dijadikan punggalan atau prarai (kepala) dari sasuhunan barong atau rangda,” sebut Jero Mangku Tantra. Sebagai bentuk rasa ikatan dengan Ida Batara di Pura Pucak Geni, bagi warga desa yang memohon kayu pule untuk barong, maka pada upacara setahun sekali, pada Buda Cemeng Kelawu, umumnya warga dari desa bersangkutan akan ke tempat suci ini.
Berikutnya, di areal jeroan (paling dalam) palinggih berderet dari timur hingga ke utara. Pada deret timur, paling ujung selatan ada palinggih sebagai stana Ratu Ngurah, di utarabnya ada gedong tempat menstanakan lingga yoni.
Lingga yoni atau dalam bahasa sederhana masyarakat Bali kuno disebut pula dengan nama celak kontol lugeng luwih , tiada lain merupakan simbol dari kesuburan. Dari simbol inilah diharapkan tercipta kesejahteraan, kesuksesan di masyarakat.
Di sebelah palinggih Lingga Yoni terdapat meru tumpang (tingkat) lima yang menjadi stana penguasa atau palinggih pusat dari pura ini, yakni Ida Ratu Luhur Pucak Geni.
Di samping palinggih tadi, pada deret utara ada meru tingkat tujuh tempat pangayatan (perwakilan) Ida Batara di Pura Pucak Padangdawa, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Di baratnya terdapat gedong stana Ratu Mas Lingsir. Di sinilah orang yang mengalami sakit akan memohon kesembuhan. I Wayan Sucipta.

Senin, 09 Maret 2009

Rahajeng nyangre..Rahinan Jagat

Rahajeng nyangre rahinan jagat Galungan... Kuningan Lan Nyepi thCaka 1931 broooo. ingetang me bakti lan the bekan makan lawar barak nyan kebus basange....hehe....

Gong

Gong adalah alat musik yang biasanya di tabuh dalam acara Yadnya di bali.
gong santai:
Ampurayang kidik.........

Minggu, 01 Maret 2009

Rindik





Tukang Tabuh... DEK NO"










Rindik
adalah seperangkat alat musik yang menggunakan bambu sebagai bahanbaku utama.Rindik terdiri dari sebelas nada dan sering diiringi dengan suling sebagai pemanis gambelan atau tabuh tersebut. Rindik secara umum dikenal di seluruh Bali dan sering didengarkan atau dipentaskan pada saat ada upacara manusia yadnya.
Musik Rindik

Rabu, 25 Februari 2009

Lagu Dharma dan Nyanyian Dharma









Lagu" darma dalam umat hindu bisa kamu download disini. Dengan lagu dharma kamu menjadi orang yang dharma. jadi lekas download lagu dharma sekarang agar jadi orang yang dharma.
Lagu Bali

Selasa, 24 Februari 2009

Peradaban Hindu di India

Sebuah peradaban Hindu tinggi bernama Harappa pernah berada di India pada ribuan tahun yang lalu dengan lay-out kota yang sangat canggih.















Penemuan kebudayaan di sungai India kuno, berawal pada abad ke-19 (tahun 1870), dan mulai dieksplorasi oleh bangsa Inggris. Hingga sekarang, penggalian kebudayaan sungai India kuno tidak pernah berhenti, bahkan menemukan lagi sebuah aliran sungai kuno lainnya, pada dua sisi aliran sungai kuno ini tidak sedikit ditemukan juga peninggalan kuno lainnya.

Di abad 20, awal tahun 1980-an, Amerika dan Pakistan membentuk Lembaga Arkeologi Amerika-Pakistan, dan dengan demikian pekerjaan arkeologi semakin maju.


Kejayaan Sebuah Peradaban

Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Tahun 1500 sebelum masehi, suku Arya baru menjejakkan kaki di bumi India Kuno.


Asal mula peradaban India, berasal dari kebudayaan sungai India, mewakili dua kota peninggalan kuno yang paling penting dan paling awal dalam peradaban sungai India, yang sekarang letaknya di kota Mohenjodaro, propinsi Sindu Pakistan dan kota Harappa dipropinsi Punjabi.


Menurut penentuan karbon 14, keberadaan kedua kota ini seharusnya adalah antara tahun 2000 hingga 3000 sebelum masehi, lagi pula kota Harappa mengekskavasi perkakas batu 10 ribu tahun lampau. Luasnya kurang lebih 25 km persegi.


Awal abad ke-20, arkeolog Inggris Marshell mengekskavasi kota kuno Mohenjondaro dan Hara. Hasilnya tingkat kesibukan dan keramaian kedua kota tersebut membuat Marshell terkejut. Ini adalah bekas ibukota dua negara merdeka pada jaman peradaban sungai India antara tahun 2350-1750 sebelum masehi, penelitian lebih lanjut menghasilkan perhitungan, dua kota masing-masing terdapat sekitar 30 hingga 40 ribu penduduk, lebih banyak dibanding penduduk kota London yang paling besar pada abad pertengahan.


Kota dibagi 2 bagian yaitu kota pemerintahan dan kota administratif. Kota administratif adalah daerah pemukiman, tempat tinggal yang padat dan jalan raya yang silang menyilang, kedua sisi jalan banyak sekali toko serta pembuatan barang-barang tembikar. Kota pemerintahan adalah wilayah istana kerajaan. Fondasi bangunan yang luas membuat jarak terhadap penduduk, pagar tembok yang tinggi besar disekeliling dan menara gedung mencerminkan kewibawaan Raja. Sistim saluran air bawah tanah yang sempurna dengan menggunakan bata membuat kehidupan kota manusia sudah berubah menjadi nyata


harappa1


Puing-puing menunjukkan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan disekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama, segalanya sangat teratur, bahwa pada tahun 3000 sebelum masehi, orang-orang membangun kota dengan skala yang sedemikian, memperlihatkan tingginya peradaban mereka. Kedua kota ini hilang pada tahun 1750 sebelum masehi, kira-kira dalam waktu 1000 tahun kebelakang, didaerah aliran sungai India tidak pernah ada lagi kota yang demikian megahnya, namun pada 500 tahun lampau, ketika bangsa Arya datang menginvasi, kebudayaan Harappa sudah merosot.

Sejarah peradaban India kuno lalu menampakkan suatu kondisi patah, hingga muncul kerajaan baru pada abad ke-6 sebelum masehi, peradaban kota baru jaya kembali di aliran sungai India. Perkembangan peradaban tinggi India kuno terhadap bangkit dan musnahnya budaya Harappa, telah menambah sebuah misteri pada peradaban India.

Ramayana


Foto-foto dari NASA yang memperliFoto-foto dari NASA yang memperlihatkan keberadaan jembatan prasejarah seperti legenda Rama - Shintahatkan keberadaan jembatan prasejarah seperti legenda Rama - Shinta















Sebuah jembatan alam misterius yang dinamakan jembatan Rama (disebut juga Jembatan Adam), membentang sepanjang 30 km diselat Palk yang memisahkan India dan Srilanka. Lengkungan jembatan yang unik dan komposisi alamiahnya seakan-akan buatan tangan manusia.

Berdasarkan penelitian legenda arkeologi menyebutkan bahwa usia jembatan ini 1,7 juta tahun yang lalu. Namun menurut hasil penelitian dari Universitas Bharathidasan, Tiruchi, yang dipimpin oleh Prof. S.M. Ramasamy mengatakan usia jembatan Rama ini baru berusia 3.500 tahun yang lalu.

Namun begitu beberapa kelompok penganut agama Hindu, mengklaim jembatan ini berkaitan dengan epik Ramayana dan foto-foto dari NASA ini semakin memperkuat keyakinan mereka.

Dalam cerita Ramayana, mengisahkan jembatan ini dibangun atas permintaan Rama untuk menyelamatkan istrinya yang diculik oleh Rahwana.

Jembatan ini dibangun dengan menggunakan batu dan pasir apung, namun para Dewa mengatakan dikemudian hari batuan tersebut akan menancap ke dasar laut, yang akhirnya menciptakan rangkaian batu karang. (EpochTimes)

Mahabharata

Mahabharata, adalah sebuah wiracarita India kuno yang terkenal, berbahasa Sansekerta, yang melukiskan tentang konflik keturunan Pandu dan Dritarastra dalam memperebutkan takhta kerajaan. Bersama dengan Ramayana disebut sebagai 2 besar wiracarita India, yang ditulis pada tahun 1500 SM, dan hingga kini sudah sampai sekitar lebih dari 3.500 tahun. Fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut, masanya juga lebih awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya, artinya peristiwa yang dicatat dalam buku, kejadiannya hingga kini kira-kira telah lebih dari 5.000 tahun yang silam.

Buku ini telah mencatat kehidupan dua saudara sepupu yakni Kurawa dan Pandawa yang hidup di tepian sungai Gangga, serta dua kali perang hebat antara kerajaan Alengka dan Astina. Namun yang membuat orang tidak habis pikir, kenapa perang pada masa itu begitu dahsyat? Dengan menggunakan teknologi perang tradisional, tidak mungkin bisa memiliki kekuatan yang begitu besar. Spekulasi baru dengan berani menyebutkan perang yang dilukiskan tersebut, kemungkinan adalah semacam perang nuklir!

Perang pertama kali dalam buku catatan dilukiskan seperti berikut ini: bahwa Arjuna yang gagah berani, duduk dalam Weimana (sarana terbang yang mirip pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal, roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas wilayah musuh, seperti hujan lebat yang kencang, mengepungi musuh, kekuatannya sangat dahsyat. Dalam sekejap, sebuah bayangan yang tebal dengan cepat terbentuk di atas wilayah Pandawa, angkasa menjadi gelap gulita, semua kompas yang ada dalam kegelapan menjadi tidak berfungsi, kemudian badai angin yang dahsyat mulai bertiup, wuuus.... wuuus...., disertai dengan debu pasir, burung-burung bercicit panik... seolah-olah langit runtuh, bumi merekah. Matahari seolah-olah bergoyang di angkasa, panas membara yang mengerikan yang dilepaskan senjata ini, membuat bumi bergoncang, gunung bergoyang, di kawasan darat yang luas, binatang-binatang mati terbakar dan berubah bentuk, air sungai kering kerontang, ikan udang dan lainnya semuanya mati. Saat roket meledak, suaranya bagaikan halilintar, membuat prajurit musuh terbakar bagaikan batang pohon yang terbakar hangus.

Jika akibat yang ditimbulkan oleh senjata Arjuna bagaikan sebuah badai api, maka akibat serangan yang diciptakan oleh bangsa Alengka juga merupakan sebuah ledakan nuklir dan racun debu radioaktif.

Gambaran yang dilukiskan pada perang dunia ke-2 lebih membuat orang berdiri bulu romanya dan merasa ngeri: pasukan Alengka menumpangi kendaraan yang cepat, meluncurkan sebuah rudal yang ditujukan ke-3 kota pihak musuh. Rudal ini seperti mempunyai segenap kekuatan alam semesta, terangnya seperti terang puluhan matahari, kembang api bertebaran naik ke angkasa, sangat indah. Mayat yang terbakar, sehingga tidak bisa dibedakan, bulu rambut dan kuku rontok terkelupas, barang-barang porselen retak, burung yang terbang terbakar gosong oleh suhu tinggi. Demi untuk menghindari kematian, para prajurit terjun ke sungai membersihkan diri dan senjatanya.

Spekulasi perang Mahabharata sebagai perang nuklir diperkuat dengan adanya penemuan arkeologis. Para arkeolog menemukan banyak puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai Gangga yang terjadi pada perang seperti yang dilukiskan di atas. Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian.

Di dalam hutan primitif di pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan di dalam bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.

Semua temuan arkeologis ini sesuai dengan catatan sejarah yang turun-temurun, kita bisa mengetahui bahwa manusia juga pernah mengembangkan peradaban tinggi di India pada 5.000 tahun silam, bahkan mengetahui cara menggunakan reaktor nuklir, namun oleh karena memperebutkan kekuasaan dan kekayaan serta menggunakan dengan sewenang-wenang, sehingga mereka mengalami kehancuran.

Sebagai perbandingan, reaktor nuklir pada 2 miliar tahun silam pernah dimanfaatkan di Oklo, Afrika Selatan. Manusia dapat memanfaatkan nuklir untuk tujuan damai, sekaligus memanfaatkan topografi alam menimbun limbah nuklir, peradaban materiil taraf tinggi ini jelas dikembangkan melalui peradaban jiwa yang relatif tinggi, beroperasi selama 500 ribu tahun, mewakili perdamaian dan kemakmuran 500 ribu tahun. Kalau tidak, penggunaan senjata nuklir yang saling menyerang seperti wiracarita yang dilukiskan dalam peradaban India kuno, mungkin jika tidak hancur dalam 50 tahun, akan mengalami penghancuran dengan sendirinya!

Teknologi reaktor nuklir pada manusia modern baru beberapa dasawarsa saja ditemukan, hanya demi masalah limbah nuklir saja telah berdebat tiada henti, apalagi memperdebatkan yang lainnya, kita benar-benar harus merasa malu dengan manusia zaman prasejarah untuk hal seperti ini.

Batu PERU(ICA)

batu-peru
Di dataran utara Nasca, Peru, terdapat sebuah desa bernama ICA yang memiliki sebuah museum batu. Di dalam museum tersebut terpajang lebih dari 10.000 batu misterius yang terukir aneka gambar, sejumlah besar gambar yang sulit dipercaya, yang tercatat adalah sebuah peradaban manusia purbakala yang sangat maju yang telah musnah, gambar-gambar batu ini disebut prasasti batu ICA.
Menurut laporan media setempat, batuan-batuan yang terukir gambar yang disimpan di museum tersebut mulai ditemukan dalam skala besar ketika bendungan di Sungai ICA jebol. Gambar yang terukir di atas batu tersebut antara lain galaksi angkasa, binatang purbakala, daratan prasejarah, bencana dahsyat zaman dulu dan beberapa goresan kategori lain.


Menurut prediksi batu-batu langka yang dikumpulkan ini mungkin sudah ribuan tahun sejarahnya. Ahli terkait telah mengadakan tes kimia pada batu tersebut, dan hasilnya menunjukkan, bahwa batu-batu tersebut berasal dari sungai setempat dan merupakan batu Gunung Andes, permukaannya ditutupi dengan selapisan oksida. Setelah ditentukan dengan bahan-bahan oleh ilmuwan Jerman disimpulkan bahwa bekas ukiran di atas batu tersebut sudah sangat lama sejarahnya, dan batu yang ditemukan disekitar gua, terdapat fosil organisme jutaan tahun silam.


Oleh ilmuwan, manusia-manusia purbakala pada batu ukiran tersebut dinamakan “bangsa geological”, ditilik dari gambar batu ukiran tersebut, mereka memiliki peradaban yang sangat maju. Di atas batu ukiran tersebut dilukiskan tentang operasi transplantasi organ, transfusi darah, teleskop, peralatan medis, manusia yang mengejar dinosaurus dan lain-lain pemandangan yang sulit dijelaskan secara ilmiah oleh ilmu pengetahuan modern.


Dalam gambar batu-batu ini, orang-orang bisa melihat secara jelas suasana kehidupan manusia bersama dengan dinosaurus dan ditilik dari gambar tersebut, perbandingan postur dinosaurus dengan manusia yang dilukiskan tidak berbeda jauh, dinosaurus bagaikan hewan piaraan, atau mungkin binatang yang dijinakkan orang-orang kala itu. Menurut ilmuwan, bahwa dinosaurus sudah punah sejak ratusan juta tahun silam, namun yang membingungkan adalah bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan raksasa dinosaurus?


Ada sebuah batu yang dipahat dengan seekor Triceratops. Tampang dinosaurus ini sangat mirip dengan badak, namanya diambil dari 3 buah tanduk di kepalanya, seorang manusia menunggang di atas punggung Triceratops, tangannya menggengam senjata seperti kampak. Dan pada batu lainnya, tampak seorang manusia tengah menunggang di atas punggung dinosaurus. Selain itu, di atas sebuah batu terukir sebuah gambar, seorang manusia yang panik tampak dikejar oleh Tyrannosaurus Rex.


Selain itu, menurut penuturan pemiliknya yakni Dr. Javier Cabrera, bangsa geological tahu bahwa di galaksi yang jauh terdapat kehidupan taraf tinggi, mereka memiliki teknologi angkasa yang hebat, tidak perlu memakai sumber energi yang dikenal manusia modern, tapi bisa melakukan perjalanan antar planet.


Di museum tersebut, ada beberapa gambar yang melukiskan bumi pada 13 juta tahun silam yang tampak dari angkasa. Ada 4 buah gambar pada ukiran tersebut persis seperti peta dunia, dan menurut sejumlah ahli, daratan yang dilukiskan pada peta-peta tersebut adalah daratan purbakala yang hingga sekarang masih merupakan misteri yakni daratan Atlantis, dalam dokumen kuno yang ditemukan juga ada gambaran tentang daratan purbakala yang tenggelam. Setelah ditentukan dengan bahan-bahan oleh ahli geologi terbukti, bahwa ke empat batu tersebut memang benar merupakan peta dunia pada 13 juta tahun silam, bahkan sangat tepat dan akurat.


Di tilik dari gambar batu ukiran tersebut, bangsa geological menguasai teknologi medis yang tinggi, misalnya transplantasi otak besar, serta bagaimana cara mengatasi reaksi penolakan organ dalam proses transplantasi, dan penerapan teknologi-teknologi ini baru mulai dalam ilmu kedokteran modern. Salah satu gambar yang terukir dalam batu melukiskan pemisahan dan pengambilan benda berbentuk gelembung dalam lingkaran janin ibu hamil, dan menginjeksinya ke dalam tubuh pasien yang menanti transplantasi.


Pada batu ukiran tersebut juga dilukiskan tentang teknologi pembiusan dengan akuputur dalam operasi kedokteran. juga ada batu-batu yang mengukir gambar tentang gen genetik.


Yang lebih unik lagi, sejumlah gambar pada batu ukiran tersebut sama dengan gambar raksasa di dataran Nasca, ribuan bentuk dari potongan batu koral ini karya siapa, dan apa artinya, hingga sekarang masih merupakan misteri, namun, apakah garis atau bentuk batu-batu tersebut ada hubungannya dengan ukiran batu ICA, belum dapat di buktikan.(erabaru.or.id)*

Minggu, 01 Februari 2009

Buku Seribu Mimpi

Mimpi sering diartikan bunga mimpi oleh sebagian orang, namun mimpi juga sering mengandung arti bagi sebagian orang yang lain namun ada juga yang mengartikan mimpi sebagai rezeki dalam hal ini orang" yang menyukai nomer yang jitu.
maka dari itu dalam kesempatan ini saya sertai arti mimpi dalam nomer. semoga membantu saudara" yang senang dengan nomer mimpi.
BUKU MIMPI KHUSUS 2D :

01 = 05 – 95 – 12 – 45
Setan – Bandeng – Obor – Jambu Mente – Tangan – Betara Kala

02 = 16 – 53 – 09 – 35
Sarjana – Bekicot – Loncat Tinggi – Wortel – Sandal – Betara Brahma

03 = 32 – 52 – 85 – 25
Orang Mati – Angsa - Loncat Galah – Sawi – Kaki – Subali

04 = 12 – 65 – 05 – 15
Kwan Im – Merak – Lompat Jauh – Kangkung – Balon – Dewi Ratih

05 = 01 – 89 – 10 – 39
Kepala Rampok – Singa – Loncat Indah – Kayu Manis – Kereta Api - Garu Langit

06 = 20 – 91 – 51 – 41
Dewi Bulan – Kelinci – Renang – Kapas – Boneka – Dewi Sri

07 = 24 – 58 – 57 – 08
Pelayan – Babi – Perahu Layar – Bawang – Pancing – Sulatri

08 = 17 – 57 – 04 – 07
Maling Kecil – Macan – Motor Boat – Kecubung – Pasar – Talamaria

09 = 33 – 87 – 88 – 37
Jendral – Kerbau – Mendayung – Kates (Pepaya) – Jala – Bima

10 = 18 – 82 – 03 – 32
Kelenteng – Kelabang – Menyelam – Kelapa – Bir – Sang Pamuji

11 = 15 – 77 – 02 – 27
Menteri Serakah – Anjing – Lari Cepat – Sapu – Kipas – Sengkuni

12 = 04 – 69 – 17 – 19
Penasehat Perang – Kuda – Lari Gawang – Lemon – Bola Lampu – Wibisana

13 = 14 – 79 – 07 – 29
Penjaga Pintu – Gajah – Lari Estafet – Kipas Angin – Keris – Prabukesa

14 = 13 – 96 – 08 – 46
Potong Babi – Onta – Tolak Peluru – Jembatan – Spet (Suntikan) – Jaya Langsuan

15 = 11 – 54 – 00 – 04
Hakim – Tikus – Lempar Martil – Kantor Pos – Sekrup – Kresna

16 = 02 – 74 – 15 – 24
Orang Sakit Gudig – Tawon – Lempar Cakram – Surat – Nanas – Jembawan

17 = 08 – 88 – 13 – 38
Pemadat – Bangau – Lempar Lembing – Durian – Telepon – Buto Terong

18 = 10 – 78 – 01 – 28
Kas Uang – Kucing – Polo Air – Lombok – Kantor Polisi – Bisma

19 = 27 – 62 – 54 – 12
Pelavur Kelas Tinggi – Kupu Kupu – Sepakbola – Srikaya – Ban Sepeda – Banowati

20 = 06 – 72 – 19 – 22
Istri Sejati – Lalat – Volleyball – Palu – Ban Mobil – Setiawati

21 = 22 – 93 – 55 – 43
Pelacur Umum – Walet – Bulutangkis – Permen – Kapak – Lesmanawati

22 = 21 – 70 – 50 – 20
Peti Mati – Capung – Tenis – Terong – Harmonika – Arjuna dan Sembadra

23 = 30 – 84 – 81 – 34
Setan Gantung – Kera – Bola Basket – Pisang – Piano – Wilkampana

24 = 07 – 66 – 14 – 16
Sumber Air – Katak – Tenis Meja – Sikat Gigi – Padi – Dewa Ruci

25 = 35 - 85 – 82 – 03
Menantu Raja – Rajawali – Baseball – Jagung – Tapal Gigi – Kangsa Dewa

26 = 31 – 90 – 80 – 40
Raja – Naga – Hockey – Ganggang – Mesin Jahit – Samiaji

27 = 19 – 61 – 06 – 11
Wanita Cantik – Kura Kura – Bola Sodok – Sabun Bubuk – Otak – Dewi Supraba

28 = 29 – 68 – 56 – 18
Pencari Kayu – Ayam – Menembak – Tomat – Jarum – Nakula

29 = 28 – 63 – 53 – 13
Pendeta Sakti – Belut – Panahan – Kursi – Koran – Sidiwacana

30 = 23 – 99 – 58 – 49
Nelayan – Ikan Mas – Angkat Besi – Belimbing – WC – Nagatatmala

31 = 26 – 94 – 59 – 44
Anggota Kelamin – Udang – Senam – Cacing Pita – Sangkar Burung – Yuyu Rumpung

32 = 03 – 60 – 18 – 10
Ahli Nujum – Ular – Yudo – Kamar Mandi – Tali – Abiyasa

33 = 09 – 86 – 16 – 36
Pengemis – Laba Laba – Gulat – Gigi – Sabun – Petruk

34 = 36 – 73 – 89 – 23
Orang Buta – Rusa – Silat – Jamu – Paru Paru – Destarata

35 = 25 – 75 – 52 – 02
Wanita – Kambing – Tinju – Lambung – Jalan Jalan – Drupadi

36 = 34 – 83 – 87 – 33
Pendeta Wanita – Musang – Balap Sepeda – Manggis – Rumah Obat – Sayempraba

37 = 38 – 59 – 83 – 09
Orang Bongkok – Ikan Gabus – Balap Mobil – Anggur – B.H - Truk – Gareng

38 = 37 – 67 – 84 – 17
Putri Raja – Cendrawasih – Balap Sepeda Motor – Engsel – Drum – Untari

39 = 44 – 55 – 77 – 05
Kekasih – Kalajengking – Balap Kuda – Topi – Bemo – Narasuma

40 = 43 – 76 – 78 – 26
Penolong – Gelatik – Golf – Tang – Peci – Widura

41 = 49 – 56 – 76 – 06
Pahlawan – Kepiting – Lompat Kuda – Lilin – Sabuk – Warsaya

42 = 45 – 97 – 72 – 47
Jejaka Tua – Buaya – Gerak Jalan – Catur – Dokter – Lesmana Widakta

43 = 40 – 71 – 41- 21
Janda Muda – Ikan Suro – Anggar – Mawar – Grendel – Sumbadra

44 = 39 – 81 – 86 – 31
Berandal – Badak – Ski Air – Seruling – Sisir – Citraksa

45 = 42 – 51 – 75 – 01
Pengembara – Banteng – Terbang Layang – Kendi – Tas – Rama

46 = 48 – 64 – 73 – 14
Nenek Moyang – Orang Utan – Terjun Bebas – Sikat – Toko – Hyang Wenang

47 = 50 – 92 – 21 – 42
Banci – Zebra – Upacara Bendera – Tangga – Hotel – Stuna

48 = 46 - 00 – 79 – 50
Si Ceroboh – Landak – Main Catur – Garuk – Gedung Bioskop – Dasamuka

49 = 41 – 80 – 70 – 30
Drakula – Kelelawar – Mendaki Gunung – Cetok – Rok – Betari Durga

50 = 47 – 98 – 74 – 48
Orang Eskimo – Beruang – Pembawa Obor – Pacul – Guru – Bagong

51 = 55 – 45 – 22 – 95
Ahli Filsafat – Kerang – Patelele – Tebu – Celana – Narodo

52 = 66 – 03 – 99 – 85
Raja Laut - Ikan Paus – Main Tali – Matahari – Dompet – Antasena

53 = 82 – 02 – 35 – 52
Penjual Silat – Ikan Duri – Akrobat – Rambutan – Taxi – Abimanyu

54 = 62 – 15 – 95 – 65
Raja Kera – Ikan Lele – Sepatu Roda – Kalung – Dokar – Kera Hanoman

55 = 51 – 39 – 20 – 89
Pertapa – Kangguru – Kasti – Gelang – Kemaron – Rd Seta

56 = 70 – 41 - 71 – 91
Budak – Ikan Duyung – Ringen – Kenanga – Cikar – Limbuk

57 = 74 – 08 – 47 – 58
Anak Sakti – Ulat Sutera – Layang Layang – Sepatu – Ranjang – Gatotkaca

58 = 67 – 07 – 94 – 57
Penari – Cumi Cumi – Main Kelereng- Rumah – Sekolahan – Selir

59 = 83 – 37 – 38 – 87
Putra Raja – Kakak Tua – Dakon – Kedondong – Kaos – Rd Lesmana

60 = 68 – 32 – 93 – 82
Kepala Polisi – Cecak – Karambol – Delima – Handuk – Sentiyaki

61 = 65 – 27 – 92 – 77
Pedagang – Kecoak – Gendongan – Kacamata – Buku – Baladewa

62 = 54 – 19 – 27 – 69
Pagoda – Walang Kadung – Petan – Termos – Selendang Pelangi – Candi Sapta Arga

63 = 64 – 29 - 97 – 79
Pendekar Wanita – Kumbang – Treksando – Bantal – Jendela – Larasati

64 = 63 – 46 – 98 – 96
Dewa Uang – Kuda Laut – Bandulan – Apel – Guling – Betara Indra

65 = 61 – 04 – 90 – 54
Raja Setan – Ikan Hiu – Kayang – Klompen – Petromak – Kala Srenggi

66 = 52 – 24 – 25 – 74
Dewa Bumi – Jerapah – Sawatan – Sukun – Gelas – Anta Boga

67 = 58 – 38 – 23 – 88
Penjual Daging – Burung Onta – Engrang – Sendok – Korek Api – Abilawa

68 = 60 – 28 – 91 – 78
Pembuat Pedang – Burung Hantu – Panjat Pinang – Pisau – Garpu – Cepot

69 = 77 – 12 – 44 – 62
Pencari Jejak – Mimi – Engkleh – Gunting – Gunung – Antareja

70 = 56 – 22 – 29 – 72
Panglima – Keledai – Tarik Tambang – Lampu Minyak – Rumah Makan – Adipati Karna

71 = 72 – 43 – 45 – 93
Pemburu – Macan Tutul – Lempar Karet – Sumur – Baju – Pandu

72 = 71 – 20 – 40 – 70
Dewa Langit – Ikan Terbang – Ik Ol – Kran Air – Arloji – Betara Guru

73 = 80 – 34 – 31 – 84
Tuan Tanah – Semut – Tulupan – Anting Anting – Bintang – Dursasana

74 = 57 – 16 – 24 – 66
Bajak Laut – Pinguin – Setipan – Gentong – Radio – Indrajit

75 = 85 – 35 – 32 – 53
Suami Istri – Bebek – Balapan Lari – Nangka – Lemari – Ratih dan Kamajaya

76 = 81 – 40 – 30 – 90
Jendral Wanita – Nyamuk – Teplekan – Mata – Timbangan – Srikandi

77 = 69 – 11 – 96 – 61
Walikota – Penyu – Bekel – Cincin – Payung – Togog

78 = 79 – 18 – 46 – 68
Orang Kaya – Ikan Gergaji – Balap Becak – Semangka – Wajan – Lesmana Mandrakumara

79 = 78 – 13 – 43 – 63
Jendral Serakah – Orong Orong – Okol – Jeruk Bali – Kompor – Suyudana

80 = 73 – 49 – 48 – 99
Kepala Desa – Bajing – Apollo – Potlot – Ceret – Semar

81 = 76 – 44 – 49 – 94
Penipu – Kancil – Damdaman – Hidung – Cangkir – Aswatama

82 = 53 – 10 – 28 – 60
Gembala – Kuda Nil – As – Telinga – Berlian – Udawa

83 = 59 – 36 – 26 – 86
Ibu Suri – Ikan Layur – Dadu – Kumis – Pipa – Dewi Kunti

84 = 86 – 23 – 39 – 73
Budha – Kalkun – Salto – Mulut – Kacang Tanah – Bagaspati

85 = 75 – 25 – 42 – 52
Wanita Sihir – Jangkrik – Latihan Hansip – Teratai – Pintu – Sarpakenaka

86 = 84 – 33 – 37 – 83
Dewa maut – Ikan Sampan – Gerak Badan – Salak - Rokok – Yamadipati

87 = 88 – 09 – 33 – 59
Orang Gila – Betet – Kerja Bakti – Botol – Toilet – Buriswara

88 = 87 – 17 – 34 – 67
Dewi Mega – Domba – Balap Karung – Jeruk Manis – Piring – Wilutama

89 = 94 – 05 – 67 – 55
Pemabuk – Ikan Bendera – Setopan – Jeruk Keprok – Ember – Bomanarakasura

90 = 93 – 26 – 68 – 76
Tawanan – Trenggiling – Perempatan Jalan – Pil – Sawah – Shinta

91 = 99 – 06 – 66- 56
Siluman Air – Serigala – Ambulans – Bambu – Toples – Witaksini

92 = 95 – 47 – 62 – 97
Putri Kipas Besi – Ikan Tengiri – Garis Finish – Apokat – Sarung – Siti Sundari

93 = 90 – 21 – 61 – 71
Penjilat – Babi Hutan – Perahu Layar – Kaos Kaki – Lapangan – Durna

94 = 89 – 31 – 36 – 81
Kwan Kong – Ikan Kakap – Pemandian – Jambu – Pen – P.Salya

95 = 92 – 01 – 65 – 51
Petani – Perkutut – Jalan Raya – Kunci – Pisau Cukur – Irawan

96 = 98 – 14 – 63 – 64
Prajurit – Ikan Nus – Laut – Mangga – Minyak Angin – Citrayuda

97 = 00 – 42 – 11 – 92
Raksasa – Tokek – Kali Brantas – Sirsak – Lemari Es – Prahasta

98 = 96 – 50 – 69 – 00
Penjaga Malam – Tongkol – TV – Lengkeng – Kecelakaan – Trijati

99 = 91 – 30 – 60 – 80
Hidung Belang – Burung Jalak – Bayi – Kodak – Meja – Arjuna

00 = 97 – 48 – 64 – 98
Penyair – Tapir – Sempritan – Rembulan – Tanggalan - Kumbakarna

MISTIK ANGKA:

mistik lama : 0-1 ; 2-5 ; 3-8 ; 4-7 ; 6-9

mistik baru : 0-8 ; 1-7 ; 2-6 ; 3-9 ; 4-5

index : 0-5 ; 1-6 ; 2-7 ; 3-8 ; 4-9

Salam TKTM

Selasa, 27 Januari 2009

KARYA AGUNG" PANCA WALI KRAMA "

"KARYA AGUNG PANCA WALI KRAMA DAN BHATARA TURUN KABEH"
DI PURA AGUNG BESAKIH
TAHUN 2009

Karya Agung Panca Wali Krama (Panca Bali Krama) dilaksanakan setiap 10 tahun sekali, yaitu pada Tilem Caitra (Tilem Kesanga) ketika taun Saka berakhir dengan nol (Rah Windu). Upacara Panca Wali Krama (Panca Bali Krama) untuk tahun Saka 1930 ini akan jatuh pada hari Rabu Paing Kuningan, tanggal 25 Maret 2009.
karya Agung panca Wali Krama yang pada intinya adalah pelaksanaan dari Bhuta yajna dan dewa yajna yang bermakna untuk menyucikan alam semesta menuju tatanan yang harmoni. untuk itu semestinya seluruh umat Hindu melaksanakan Yasa kirti, sebagai perwujudan dari pelaksanaan Tapa-Brata-Yoga,pengendalian diri,pemusatan dan penyusian pikiran.
Panca Wali Krama berasal dari kata:
  • Panca yang berarti Lima
  • Wali yang berarti Kembali
  • Krama yang berarti Kumpulan
Jadi Panca Wali Krama bisa diartika Kumpulan lima kekuatan yang baik yang kembali menyeimbangkan bumi.

Senin, 26 Januari 2009

संघ्यंग Jaran

Sanghyang Jaran
SangHyang Jaran biasanya ditarikan oleh seorang pria atau seorang pemangku yang mengendarai sebuah kuda-kudaan yang terbuat dari pelepah daun kelapa. Penarinya kerasukan roh kuda tunggangan dewata dari khayangan, diiringi dengan nyanyian paduan suara yang melagukan gending sanghyang, berkeliling sambil memejamkan mata, berjalan dan berlari-kecil dengan kaki telanjang, menginjak-injak bara api batok kelapa yang dihamparkan di tengah arena.Tari ini diselenggarakan pada saat-saat prihatin atau ada masalah atau suatu bencana, misalnya terjadi wabah penyakit atau kejadian lain yang meresahkan masyarakat

Penjor

Penjor adalah simbul Gunung Agung. 
Segala pala bungkah- pala gantung dan sajen pada sanggah penjor, melambangkan persembahan terhadap Bhatara di Gunung Agung (Bhatara Giri Putri). 

Seperti kita ketahui, Gunung adalah sumber dari kesuburan dan akhirnya ke kemakmuran.

 
Hanya penjor yang menggunakan unsur lengkap (sanggah, padi, pala bungkah dan sebagainya) dapat dipergunakan dalam upacara keagamaan menurut fungsinya. 


Penjor untuk dekorasi (bukan Upacara keagamaan) tidak diperbolehkan mempergunakan unsur- unsur tersebut di atas, tetapi hanya menggunakan hiasan- hiasannya saja (bila dengan sampian hendaknya tanpa porosan). Penjor dekorasi biasanya dipakai  untuk sarana pelengkap agar tampak indah seperti didepan hotel.